SwaraWarta.co.id – Kali ini kita akan membahas bagaimana praktek jual beli tanah di daerah pedesaan di Indonesia, khususnya bagi tanah yang belum bersertifikat?
Indonesia, dengan sebagian besar wilayahnya masih pedesaan, memiliki dinamika unik dalam praktik jual beli tanah.
Berbeda dengan area perkotaan yang mayoritas tanahnya sudah bersertifikat, di pedesaan, tidak jarang kita menemui transaksi jual beli tanah yang masih “di bawah tangan” atau belum memiliki sertifikat resmi.
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
Memahami praktik ini menjadi krusial, terutama bagi calon pembeli atau penjual.
Mengapa Banyak Tanah di Pedesaan Belum Bersertifikat?
Beberapa faktor mendasari kondisi ini. Pertama, proses pengurusan sertifikat yang dianggap rumit dan memakan biaya serta waktu bagi sebagian masyarakat pedesaan. Kedua, banyak tanah warisan yang belum dipecah kepemilikannya secara legal.
Ketiga, sebagian masyarakat masih mengandalkan bukti kepemilikan tradisional seperti Surat Keterangan Tanah (SKT) dari kepala desa atau Camat, atau bahkan hanya berdasarkan penguasaan fisik turun-temurun.
Praktek Jual Beli Tanah Tanpa Sertifikat: Kepercayaan dan Risiko
Praktik jual beli tanah tanpa sertifikat di pedesaan umumnya didasarkan pada kepercayaan antarpihak.
Dokumen yang digunakan biasanya berupa akta jual beli di bawah tangan yang disaksikan oleh perangkat desa atau tokoh masyarakat setempat.
Surat Keterangan Tanah (SKT) dari kepala desa seringkali menjadi dasar utama.
Meskipun umum, transaksi semacam ini menyimpan risiko signifikan. Pembeli rentan terhadap sengketa di kemudian hari jika muncul pihak lain yang mengklaim kepemilikan, atau jika data di kelurahan/desa tidak sinkron.
Penjual juga bisa kesulitan jika ingin menggunakan tanah tersebut sebagai agunan di bank, atau jika pembeli menuntut sertifikat di kemudian hari.
Langkah Aman Bertransaksi: Meski Belum Bersertifikat
Bagi Anda yang berencana membeli atau menjual tanah belum bersertifikat di pedesaan, berikut beberapa tips untuk meminimalisir risiko:
- Verifikasi Riwayat Tanah: Telusuri riwayat kepemilikan tanah dari generasi ke generasi. Libatkan perangkat desa atau tokoh masyarakat yang mengetahui betul sejarah tanah tersebut.
- Periksa SKT/Letter C: Pastikan keaslian dan validitas Surat Keterangan Tanah (SKT) atau Letter C yang dikeluarkan oleh kepala desa/kelurahan. Periksa apakah nama pemilik yang tertera sesuai dengan penjual.
- Saksikan Transaksi: Lakukan transaksi jual beli di hadapan perangkat desa atau Camat dan saksikan oleh minimal dua orang saksi yang terpercaya.
- Buat Akta Jual Beli yang Jelas: Meskipun di bawah tangan, buat akta jual beli yang rinci, mencantumkan identitas lengkap penjual dan pembeli, deskripsi tanah, harga, dan tanggal transaksi.
- Segera Urus Sertifikat: Setelah transaksi, segera urus sertifikat hak milik atas nama pembeli melalui Kantor Pertanahan setempat. Ini adalah langkah paling penting untuk legalitas dan keamanan kepemilikan.
Meskipun praktik jual beli tanah tanpa sertifikat masih lazim di pedesaan, penting untuk selalu mengedepankan kehati-hatian dan berupaya seoptimal mungkin untuk melegalkan kepemilikan tanah Anda. Sertifikat adalah jaminan kepastian hukum yang tak ternilai harganya.