Analisis Konsep Plea Bargaining dan Restorative Justice dalam Hukum Pidana Indonesia
RUU KUHAP mengusulkan penerapan konsep plea bargaining sebagai mekanisme penyelesaian perkara pidana melalui jalur khusus. Konsep ini perlu dikaji secara mendalam, khususnya kaitannya dengan pemeriksaan acara singkat dan perbedaannya dengan restorative justice.
Plea bargaining, dalam Pasal 199 RKUHAP, merupakan pengakuan bersalah terdakwa atas tindak pidana yang didakwakan, dengan imbalan hukuman lebih ringan daripada ancaman maksimal. Namun, berbeda dengan praktik di negara common law, RUU KUHAP tidak menekankan negosiasi intensif antara jaksa dan terdakwa.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Di Indonesia, plea bargaining lebih diarahkan pada pengakuan bersalah yang langsung menuju pemeriksaan acara singkat. Pemeriksaan acara singkat sendiri merupakan prosedur peradilan yang memungkinkan hakim memutus perkara pada hari persidangan pertama atau maksimal setelah dua kali persidangan. Prosesnya lebih sederhana dan efisien.
Hakim tunggal memimpin sidang tanpa musyawarah majelis hakim, dan putusan cukup dicatat dalam berita acara sidang. Ini sesuai prinsip peradilan sederhana, cepat, dan murah. Setelah penuntut umum membacakan dakwaan dengan ancaman pidana tidak lebih dari 7 tahun, dan terdakwa mengakui kesalahannya, perkara dapat langsung dilimpahkan ke pemeriksaan singkat. Pengakuan ini dituangkan dalam berita acara yang ditandatangani terdakwa dan penuntut umum.
Hakim wajib memastikan pengakuan sukarela dan memberi tahu hak-hak terdakwa, termasuk kemungkinan lama pidana. Hakim juga berwenang menolak pengakuan jika meragukan kebenarannya. Plea bargaining dalam RUU KUHAP bertujuan mempercepat penyelesaian perkara dan mengurangi beban pengadilan.
Plea bargaining dan restorative justice merupakan alternatif penyelesaian perkara pidana di luar proses peradilan biasa, namun memiliki karakteristik dan tujuan berbeda.
Plea bargaining adalah kesepakatan antara penuntut umum dan terdakwa yang mengakui kesalahannya, sehingga terdakwa menerima hukuman lebih ringan. Proses ini tetap melibatkan hakim dalam memeriksa dan memutuskan kesepakatan. Fokus utamanya adalah efisiensi proses peradilan dengan mengurangi waktu dan biaya persidangan.
Terdakwa mungkin kehilangan beberapa hak konstitusional, seperti hak untuk mengkonfrontasi saksi. Di Indonesia, negosiasi kurang intensif, cenderung “plea with no bargain“.
Restorative justice menekankan pemulihan hubungan antara pelaku, korban, keluarga, dan masyarakat. Tujuannya adalah memperbaiki kerusakan akibat tindak pidana dan mengembalikan harmoni sosial melalui dialog dan musyawarah.
Proses ini melibatkan pelaku, korban, aparat penegak hukum, dan pihak terkait untuk mencapai kesepakatan adil dan seimbang tanpa proses peradilan formal. Restorative justice fokus pada pemulihan dan rekonsiliasi, bukan penjatuhan hukuman.
Di Indonesia, restorative justice banyak digunakan dalam kasus tindak pidana ringan, anak, perempuan, dan pecandu narkotika dengan ancaman hukuman ringan.
Berikut ini tabel perbandingan antara plea bargaining dan restorative justice:
Aspek | Plea Bargaining | Restorative Justice |
---|---|---|
Fokus | Pengakuan bersalah dan pengurangan hukuman | Pemulihan hubungan dan kerugian korban |
Proses | Melibatkan penuntut umum, terdakwa, dan hakim | Melibatkan pelaku, korban, keluarga, masyarakat, dan aparat hukum |
Peran Hakim | Memutus dan menyetujui kesepakatan | Tidak selalu melibatkan proses pengadilan formal |
Tujuan | Efisiensi proses peradilan, mengurangi beban perkara | Mencapai perdamaian dan pemulihan sosial |
Hak Terdakwa | Kehilangan beberapa hak konstitusional | Pelaku bertanggung jawab secara sosial |
Penerapan di Indonesia | Dalam RUU KUHAP untuk perkara dengan ancaman ≤7 tahun | Terbatas pada tindak pidana ringan, anak, dan kelompok khusus |
Plea bargaining dalam RUU KUHAP merupakan inovasi hukum acara pidana yang mengakomodasi penyelesaian perkara cepat dan efisien melalui pemeriksaan singkat, dengan syarat terdakwa mengakui kesalahannya dan ancaman pidana tidak lebih dari 7 tahun. Konsep ini berbeda dari praktik di negara common law karena tidak mengedepankan negosiasi intensif.
Restorative justice lebih menitikberatkan pada pemulihan kerugian korban dan hubungan sosial yang rusak, dengan melibatkan dialog dan musyawarah. Restorative justice lebih bersifat preventif dan rekonsiliatif. Plea bargaining dan restorative justice memiliki peran dan fungsi berbeda, namun dapat saling melengkapi dalam upaya meningkatkan keadilan, efisiensi, dan kemanusiaan dalam penegakan hukum pidana.
Pandeglang, kabupaten di ujung barat Banten, menawarkan destinasi wisata hits dengan keindahan alam yang menakjubkan…
Merencanakan liburan ke Nias Selatan, Sumatera Utara? Keindahan alamnya yang memesona, dari pantai eksotis hingga…
Pangalengan, sebuah kabupaten di selatan Bandung, Jawa Barat, telah menjelma menjadi destinasi wisata yang semakin…
Kabupaten Samosir, sebuah permata tersembunyi di tengah Danau Toba, Sumatera Utara, menawarkan pesona alam yang…
SwaraWarta.co.id – Apa alasan bapak ibu guru memilih tugas tersebut aksi nyata terbaik itu? Para…
Puncak Bogor, destinasi wisata favorit di akhir pekan dan liburan, kini memiliki daya tarik baru:…