PT Wijaya, perusahaan manufaktur ini menghadapi tantangan serius dalam penyusunan anggaran. Konflik antara manajemen tingkat atas dan karyawan operasional menjadi akar permasalahannya. Manajemen menginginkan pendekatan *top-down* demi efisiensi, sementara karyawan merasa terabaikan dan demotivasi.
Situasi ini memicu perilaku *myopic behavior*, di mana karyawan hanya fokus pada target jangka pendek, mengabaikan dampak jangka panjang bagi perusahaan. Akibatnya, pengambilan keputusan menjadi tidak strategis, inovasi terhambat, dan kualitas produk bisa menurun.
Memahami Myopic Behavior dan Dampaknya pada PT Wijaya
Myopic behavior atau perilaku miopia dalam konteks bisnis adalah kecenderungan untuk hanya fokus pada tujuan jangka pendek, mengorbankan kepentingan jangka panjang. Di PT Wijaya, ini terlihat dalam pemotongan biaya pemeliharaan demi mencapai target anggaran. Konsekuensinya, mesin rusak, biaya perbaikan membengkak, dan produksi terganggu.
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
Selain itu, kurangnya fokus pada inovasi juga menjadi masalah besar. Perusahaan manufaktur membutuhkan inovasi untuk tetap kompetitif. Dengan tekanan target jangka pendek yang ketat, inovasi menjadi terabaikan. Dampaknya, PT Wijaya akan kehilangan daya saingnya di pasar.
Penurunan kualitas produk juga merupakan konsekuensi logis. Demi mengejar target produksi, standar kualitas seringkali diabaikan. Ini akan merusak reputasi perusahaan dan menyebabkan kerugian finansial jangka panjang.
Terakhir, tingkat pergantian karyawan (turnover) cenderung meningkat. Tekanan target yang tidak realistis dan kurangnya penghargaan menyebabkan ketidakpuasan karyawan, sehingga mereka memilih untuk pindah ke perusahaan lain. Hal ini menyebabkan hilangnya keahlian dan biaya rekrutmen yang tinggi.
Dampak Keterlibatan Karyawan dalam Penyusunan Anggaran
Kegagalan melibatkan karyawan operasional dalam proses penyusunan anggaran berdampak negatif pada motivasi mereka. Mereka merasa tidak dihargai, pendapat dan pengalaman mereka diabaikan.
Rasa tidak diakui ini menurunkan *sense of ownership*, membuat karyawan merasa anggaran dipaksakan dari atas. Motivasi intrinsik mereka pun menurun, sehingga mereka hanya bekerja sekadar memenuhi kewajiban, bukan karena rasa memiliki.
Akibatnya, ketidakpercayaan terhadap manajemen tumbuh. Kesenjangan komunikasi dan kurangnya transparansi memperburuk hubungan kerja dan semangat tim. Situasi ini semakin diperparah jika target yang ditetapkan tidak realistis, karena karyawan operasional yang paling memahami tantangan di lapangan justru tidak dilibatkan.
Rekomendasi Penyusunan Anggaran: Pendekatan Partisipatif
Sebagai akuntan manajemen, saya akan merekomendasikan *participatory budgeting* (anggaran partisipatif) yang menggabungkan pendekatan *top-down* dan *bottom-up*. Ini akan menyeimbangkan efisiensi dan keterlibatan karyawan.
Langkah Implementasi:
- Tahap Top-Down: Manajemen tingkat atas menetapkan visi, tujuan strategis jangka panjang, dan batasan anggaran besar.
- Tahap Bottom-Up: Karyawan operasional memberikan masukan tentang kebutuhan, tantangan, dan estimasi biaya di tingkat unit kerja mereka.
- Diskusi dan Negosiasi: Sesi kolaboratif antara manajemen dan karyawan untuk menyepakati target anggaran yang realistis.
- Pemantauan dan Umpan Balik: Evaluasi berkala dengan melibatkan karyawan untuk penyesuaian target jika diperlukan.
Alasan Memilih Pendekatan Partisipatif:
Pendekatan ini meningkatkan motivasi dan rasa kepemilikan karyawan. Mereka merasa dihargai dan bertanggung jawab atas target yang disepakati. Target yang dihasilkan lebih realistis, karena didasarkan pada masukan langsung dari lapangan.
Dengan demikian, konflik berkurang, *myopic behavior* diminimalisir, dan komunikasi antar manajemen dan karyawan menjadi lebih baik. Terciptalah lingkungan kerja yang suportif dan produktif.
Menangani Tantangan Implementasi:
Proses ini memang membutuhkan waktu lebih lama dibandingkan pendekatan *top-down*. Untuk mengatasinya, perusahaan dapat menggunakan software anggaran untuk mempercepat pengumpulan data dan analisis masukan dari karyawan.
Potensi konflik juga perlu diantisipasi. Untuk itu, sebaiknya ditetapkan mediator atau fasilitator independen untuk memastikan diskusi berjalan konstruktif dan mencapai kesepakatan yang saling menguntungkan.
Kesimpulannya, anggaran partisipatif adalah solusi yang efektif untuk mengatasi masalah di PT Wijaya. Dengan melibatkan karyawan, perusahaan dapat meningkatkan motivasi, mencapai target yang realistis, dan menciptakan pertumbuhan berkelanjutan.