Mira dan Amir, sepasang kekasih berusia 16 tahun, menghadapi dilema. Mira hamil di luar nikah, dan Amir ingin bertanggung jawab dengan menikahinya. Namun, keduanya masih di bawah umur, menimbulkan pertanyaan mengenai sahnya pernikahan mereka baik secara agama maupun negara.
Pernikahan Siri: Perspektif Agama dan Hukum
Pernikahan siri, atau pernikahan yang dilakukan secara agama tanpa pencatatan resmi di negara, menimbulkan pertanyaan hukum yang kompleks. Secara agama Islam, pernikahan siri dianggap sah jika memenuhi rukun dan syarat nikah, termasuk adanya calon mempelai, wali, saksi, dan ijab kabul. MUI juga mengakui kesahannya asalkan tidak menimbulkan mudarat.
Namun, Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan (UU Perkawinan) menetapkan bahwa setiap perkawinan harus dicatat sesuai peraturan perundang-undangan. Akibatnya, pernikahan siri tidak diakui negara. Hal ini berimplikasi pada ketidakakuan hukum atas status istri dan anak, ketidakadaan hak-hak hukum seperti harta bersama dan warisan, serta kesulitan mengurus dokumen resmi.
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
Pernikahan Sah Menurut Negara: Syarat dan Ketentuan
Untuk pernikahan yang sah secara negara, UU Perkawinan menetapkan beberapa syarat, terutama mengenai usia minimal. Pasal 7 ayat (1) UU Perkawinan menetapkan usia minimal menikah adalah 19 tahun. Amir dan Mira, yang masih berusia 16 tahun, jelas belum memenuhi syarat ini.
Meskipun ada pengecualian bagi calon mempelai di bawah 21 tahun dengan izin orang tua, hal ini tidak berlaku bagi mereka yang di bawah 19 tahun. Dalam kasus yang sangat mendesak, seperti kehamilan di luar nikah, orang tua dapat mengajukan dispensasi kawin ke pengadilan agama (bagi muslim) atau pengadilan negeri (bagi non-muslim).
Prosedur Dispensasi Kawin
Proses dispensasi kawin melibatkan pertimbangan matang dari pengadilan. Pengadilan akan mempertimbangkan berbagai faktor, termasuk alasan mendesak permohonan, dampak pada kesehatan fisik dan mental calon mempelai, serta pendapat kedua calon mempelai. Bukti-bukti yang mendukung permohonan, seperti surat keterangan dokter, juga menjadi pertimbangan penting. Keputusan pengadilan bersifat final dan mengikat.
Konsekuensi Pernikahan Tanpa Dispensasi
Pernikahan Amir dan Mira tanpa dispensasi pengadilan tidak sah secara hukum. Pernikahan tersebut tidak akan tercatat secara resmi, dan keduanya tidak akan mendapatkan perlindungan hukum. Status anak yang lahir pun akan bermasalah secara hukum, karena tidak tercatat secara resmi di negara.
Aspek Hukum Pidana
Perlu ditekankan bahwa memaksa anak di bawah umur untuk menikah merupakan tindak pidana. UU Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual mengatur sanksi pidana bagi pelaku pemaksaan perkawinan anak, dengan ancaman penjara maksimal sembilan tahun dan/atau denda maksimal Rp 200 juta.
Kesimpulan
Amir dan Mira tidak dapat melangsungkan pernikahan yang sah menurut negara karena belum memenuhi syarat usia minimal. Pernikahan siri, meskipun sah secara agama, tidak diakui negara dan berdampak hukum yang merugikan. Untuk menikah secara sah, orang tua mereka harus mengajukan dispensasi kawin ke pengadilan dengan alasan dan bukti yang kuat. Tanpa dispensasi, pernikahan mereka tidak diakui dan beresiko menimbulkan masalah hukum bagi semua pihak yang terlibat.
Dasar hukum yang relevan meliputi Pasal 2, Pasal 6, dan Pasal 7 UU No. 1 Tahun 1974 jo. UU No. 16 Tahun 2019 tentang Perkawinan, Pasal 43 ayat (1) UU Perkawinan jo. Pasal 100 Kompilasi Hukum Islam, dan UU No. 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual.