Kasus Nabilla, seorang anak berusia 10 tahun yang kehilangan orang tuanya, menimbulkan pertanyaan penting mengenai kecakapan hukum anak di bawah umur dalam melakukan perbuatan hukum. Pertanyaan ini menyoroti pentingnya perlindungan hukum bagi anak-anak yang belum mampu memahami konsekuensi tindakan mereka.
Nabilla, karena usianya yang masih di bawah umur, tidak dapat melakukan perbuatan hukum secara mandiri. Hal ini didasarkan pada prinsip dasar hukum perdata Indonesia yang melindungi anak dari potensi eksploitasi atau kerugian akibat ketidakmatangannya.
Di Indonesia, kecakapan hukum seseorang ditentukan oleh usia dan status perkawinannya. Secara umum, seseorang dianggap belum dewasa dan tidak cakap hukum sebelum mencapai usia 21 tahun dan belum menikah (Pasal 330 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata atau KUHPerdata). Namun, praktiknya, Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dan Undang-Undang Perlindungan Anak menjadi acuan utama.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Undang-Undang Perkawinan menekankan bahwa anak di bawah 18 tahun atau yang belum pernah menikah, yang tidak berada di bawah kekuasaan orang tuanya, berada di bawah kekuasaan wali (Pasal 50 ayat (1)). Wali ini berhak mengurus pribadi dan harta anak. Jika orang tua meninggal, perwalian beralih pada wali yang ditunjuk, idealnya dari keluarga anak (Pasal 51).
Undang-Undang Perlindungan Anak (UU No. 35 Tahun 2014) lebih jauh memperkuat perlindungan hak anak, termasuk dalam hal perwalian dan kecakapan hukum. Prinsipnya, anak di bawah umur dianggap belum cakap hukum karena belum memiliki kematangan akal dan pertimbangan untuk memahami akibat hukum dari perbuatannya.
Wali berperan krusial dalam melindungi kepentingan terbaik anak. Segala perbuatan hukum yang melibatkan anak di bawah umur harus dilakukan oleh atau melalui wali yang sah. Dalam kasus Nabilla, kakeknya bertindak sebagai wali karena orang tuanya telah meninggal.
Peran wali bukan sekadar formalitas. Wali bertanggung jawab memastikan tindakan hukum yang dilakukan atas nama anak sesuai dengan kepentingan terbaiknya, dan tidak merugikan anak di masa depan. Wali juga wajib memberi penjelasan dan persetujuan atas setiap tindakan hukum yang dilakukan atas nama anak.
Jika Nabilla melakukan perbuatan hukum tanpa diwakili wali, perbuatan hukum tersebut batal demi hukum. Perbuatan hukum dianggap tidak pernah ada dan tidak menimbulkan akibat hukum apapun. Hal ini didasarkan pada beberapa ketentuan hukum.
Pasal 1330 KUHPerdata mensyaratkan para pihak dalam perjanjian harus cakap hukum. Anak di bawah umur tanpa perwakilan wali tidak memenuhi syarat ini. Pasal 50 UU No. 1 Tahun 1974 menegaskan pembatalan perbuatan hukum anak di bawah umur yang dilakukan tanpa perwakilan wali.
Konsekuensinya, perbuatan hukum tersebut tidak dapat dipaksakan pelaksanaannya. Bahkan, jika sudah berjalan, wali dapat mengajukan pembatalan ke pengadilan. Pihak yang dirugikan juga tidak dapat menuntut pelaksanaan perjanjian karena sejak awal perjanjian dianggap tidak sah.
Di berbagai instansi, seperti notaris, bank, atau lembaga negara, anak di bawah umur yang melakukan perbuatan hukum tanpa wali tidak akan diakui. Dokumen atau perjanjian yang dibuat dianggap tidak sah. Pasal 39 dan 40 UU No. 2 Tahun 2014 tentang Jabatan Notaris bahkan mensyaratkan penghadap berusia minimal 18 tahun atau telah menikah dan cakap hukum.
Oleh karena itu, penting bagi siapapun yang berurusan dengan anak di bawah umur untuk memahami dan mematuhi ketentuan hukum terkait kecakapan hukum dan peran wali. Melakukan perbuatan hukum dengan anak di bawah umur tanpa wali tidak hanya merugikan anak tetapi juga dapat berimplikasi hukum bagi pihak lain yang terlibat.
Perlindungan hukum bagi anak di bawah umur dalam melakukan perbuatan hukum mutlak diperlukan. Indonesia memiliki peraturan perundang-undangan yang komprehensif untuk melindungi kepentingan terbaik anak. Anak di bawah umur harus diwakili oleh wali dalam setiap tindakan hukum. Pelanggaran terhadap ketentuan ini akan mengakibatkan perbuatan hukum menjadi batal demi hukum.
Pentingnya pemahaman dan kepatuhan terhadap aturan ini tidak bisa diabaikan. Baik untuk melindungi anak maupun untuk memastikan kepastian hukum dalam setiap transaksi atau tindakan hukum yang melibatkan anak di bawah umur.
SwaraWarta.co.id - Pernahkah Anda bertanya-tanya, apa itu yang dimaksud dengan meningkatkan kemampuan secara kritis? Istilah…
SwaraWarta.co.id – Apa saja model teori pembuktian yang dianut dalam sistem hukum acara pidana Indonesia?…
SwaraWarta.co.id - Indonesia diguncang oleh skandal korupsi besar terkait fasilitas izin ekspor crude palm oil…
Mira dan Amir, sepasang kekasih berusia 16 tahun, menghadapi dilema. Mira hamil di luar nikah,…
Kasus Suneo dan Tanah Kosong: Analisis Hukum Peralihan Hak Milik dan Perlindungan Hukum Suatu kasus…
SwaraWarta.co.id - Liverpool benar-benar serius ingin merekrut Alexander Isak dari Newcastle United pada bursa transfer…