Ibu Santi, seorang konsumen, mengalami permasalahan hukum akibat pengingkaran janji dari penjual tas branded online seharga Rp 50.000.000 yang telah dibayarnya. Setelah tiga bulan, tas tersebut belum juga diterima. Kasus ini menggambarkan wanprestasi, sebuah pelanggaran perjanjian yang merugikan Ibu Santi.
Analisis Peristiwa Hukum: Wanprestasi
Wanprestasi, atau ingkar janji, terjadi ketika satu pihak dalam perjanjian gagal memenuhi kewajibannya. Dalam kasus ini, penjual gagal memenuhi kewajiban utama yaitu menyerahkan tas branded sesuai perjanjian jual beli. Kegagalan ini mengakibatkan kerugian bagi Ibu Santi, pembeli yang telah menyelesaikan kewajibannya dengan membayar lunas.
Dasar hukum wanprestasi dapat ditemukan dalam Pasal 1239 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata). Pasal ini menegaskan bahwa pihak yang lalai dalam memenuhi perjanjian wajib mengganti kerugian yang ditimbulkan. Ini termasuk biaya, kerugian materiil dan immateriil, serta bunga.
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
Jenis wanprestasi yang dilakukan penjual adalah tidak melakukan prestasi sama sekali, yaitu tidak mengirimkan tas yang dijanjikan. Wanprestasi ini berbeda dengan contoh lain seperti mengirimkan barang yang tidak sesuai spesifikasi, terlambat mengirimkan barang, atau melakukan hal yang dilarang dalam perjanjian.
Perlindungan Hukum bagi Ibu Santi
Ibu Santi memiliki perlindungan hukum yang kuat berdasarkan beberapa undang-undang. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (UUPK) memberikan hak kepada konsumen untuk mendapatkan barang sesuai perjanjian dan perlindungan atas kerugian yang dialami.
UUPK mengatur kewajiban pelaku usaha untuk beritikad baik dan memberikan informasi yang jujur. Pelaku usaha dilarang memperdagangkan barang yang tidak sesuai dengan janji atau spesifikasi. Jika terjadi pelanggaran, konsumen berhak atas ganti rugi, pengembalian uang, atau penggantian barang.
Selain UUPK, KUHPerdata juga memberikan landasan hukum bagi Ibu Santi untuk menuntut penjual. Ia dapat menuntut pemenuhan perjanjian (penyerahan tas), pembatalan perjanjian, atau ganti rugi atas kerugian yang dideritanya.
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) juga relevan karena transaksi dilakukan secara online. UU ITE mengakui keabsahan transaksi elektronik dan memberikan perlindungan hukum bagi konsumen yang dirugikan dalam transaksi daring.
Upaya Hukum yang Dapat Ditempuh Ibu Santi
Ibu Santi memiliki beberapa pilihan untuk memperoleh keadilan. Langkah pertama yang disarankan adalah mengirimkan somasi (teguran tertulis) kepada penjual. Somasi memberikan kesempatan kepada penjual untuk menyelesaikan masalah secara kekeluargaan.
Jika somasi tidak membuahkan hasil, Ibu Santi dapat mengajukan pengaduan ke Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) atau lembaga perlindungan konsumen lainnya. BPSK dapat memfasilitasi mediasi atau arbitrase untuk menyelesaikan sengketa.
Sebagai upaya terakhir, Ibu Santi dapat mengajukan gugatan perdata ke pengadilan. Pengadilan akan memeriksa bukti dan memutuskan kasus berdasarkan hukum yang berlaku. Jika transaksi dilakukan melalui marketplace, ia juga bisa memanfaatkan fitur pengaduan yang tersedia.
Sanksi bagi Penjual yang Melakukan Wanprestasi
Penjual yang terbukti melakukan wanprestasi dapat dikenai berbagai sanksi. Sanksi tersebut dapat berupa kewajiban membayar ganti rugi, baik materiil maupun immateriil, pembatalan perjanjian, dan bahkan sanksi pidana jika wanprestasi tersebut memenuhi unsur-unsur tindak pidana tertentu. Besarnya ganti rugi akan diputuskan oleh pengadilan berdasarkan bukti kerugian yang dialami Ibu Santi.
Selain sanksi perdata, penjual juga dapat dikenai sanksi administratif dari lembaga terkait, seperti pencabutan izin usaha atau pemblokiran akun di marketplace. Sanksi ini bertujuan untuk memberikan efek jera dan melindungi konsumen dari tindakan yang merugikan.
Kesimpulannya, kasus Ibu Santi menunjukkan pentingnya perlindungan hukum bagi konsumen dalam transaksi online. Wanprestasi merupakan pelanggaran hukum yang dapat ditindaklanjuti secara hukum. Konsumen memiliki berbagai pilihan upaya hukum untuk mendapatkan keadilan dan perlindungan atas hak-haknya.