SwaraWarta.co.id – Dalam Islam, terdapat prinsip-prinsip hukum yang mengatur masalah kepemilikan dan amanah.
Berdasarkan prinsip-prinsip hukum Islam, bagaimana seharusnya pedagang tersebut bersikap?
Jelaskan dengan merujuk pada kaidah fiqh, dalil dari Al-Qur’an atau hadis, serta konsep hukum Islam yang relevan!
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
Penjelasan dan jawabannya:
Dalam Islam, kepemilikan dan amanah diatur oleh prinsip-prinsip hukum yang menekankan kejujuran, keadilan, dan tanggung jawab sosial. Seorang pedagang Muslim harus menjalankan aktivitas perdagangannya dengan merujuk pada kaidah fiqh, dalil Al-Qur’an, hadis, serta konsep hukum Islam berikut:
-
Kepemilikan sebagai Amanah dari Allah
Kepemilikan harta dalam Islam bersifat sementara, karena segala sesuatu adalah milik Allah (QS. Al-Hadid: 7). Pedagang harus menyadari bahwa harta yang dimilikinya adalah amanah yang wajib dikelola secara bertanggung jawab. Hal ini sejalan dengan firman Allah:
وَأَوْفُوا بِالْعَهْدِ ۖ إِنَّ الْعَهْدَ كَانَ مَسْئُولًا
“Dan penuhilah janji, karena janji itu pasti dimintai pertanggungjawaban” (QS. Al-Isra’: 34).
-
Kejujuran dan Larangan Penipuan
Rasulullah SAW bersabda:
«الْبَيِّعَانِ بِالْخِيَارِ مَا لَمْ يَتَفَرَّقَا، فَإِنْ صَدَقَا وَبَيَّنَا بُورِكَ لَهُمَا، وَإِنْ كَتَمَا وَكَذَبَا مُحِقَتْ بَرَكَةُ بَيْعِهِمَا»
“Penjual dan pembeli memiliki hak khiyar (memilih melanjutkan atau membatalkan transaksi) selama belum berpisah. Jika keduanya jujur dan transparan, maka transaksi mereka diberkahi. Jika mereka menyembunyikan cacat dan berdusta, maka hilanglah keberkahan jual beli mereka” (HR. Bukhari-Muslim).
Pedagang wajib menjelaskan kondisi barang secara transparan, termasuk cacat atau kelemahan produk, serta menghindari gharar (ketidakjelasan) yang dilarang dalam fiqh.
-
Keadilan dalam Takaran dan Harga
Allah SWT berfirman:
وَأَوْفُوا الْكَيْلَ وَالْمِيزَانَ بِالْقِسْطِ
“Dan sempurnakanlah takaran dan timbangan dengan adil” (QS. Al-An’am: 152).
Pedagang dilarang mengurangi takaran, menaikkan harga secara tidak wajar (htikar), atau memanipulasi pasar. Rasulullah SAW mengutuk praktik penimbunan barang (HR. Muslim).
-
Menghindari Riba dan Transaksi Haram
Islam melarang segala bentuk riba (QS. Al-Baqarah: 275) serta transaksi yang mengandung unsur haram. Pedagang wajih memastikan bahwa barang yang dijual halal dan cara transaksi sesuai syariah.
-
Zakat dan Tanggung Jawab Sosial
Harta yang dimiliki memiliki hak orang lain (QS. Adz-Dzariyat: 19). Pedagang wajib mengeluarkan zakat, infak, dan sedekah untuk membersihkan harta serta membantu masyarakat lemah. Kaidah fiqh menyatakan:
«الْحَاجَةُ تَنْزِلُ مَنْزِلَةَ الضَّرُورَةِ»
“Kebutuhan mendesak diperlakukan seperti keadaan darurat” (As-Suyuthi), sehingga pedagang harus peka terhadap kondisi sosial.
Pedagang Muslim harus menjalankan aktivitasnya dengan integritas, transparansi, dan keadilan, sesuai prinsip amānah (kepercayaan) dan ‘adl (keadilan). Dengan demikian, ia tidak hanya mematuhi hukum Islam, tetapi juga meraih keberkahan dalam perdagangan serta kontribusi positif bagi masyarakat.