Pada tahun 2018, Grup Lippo tersandung kasus korupsi setelah operasi tangkap tangan (OTT) oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Terungkap bahwa anak perusahaan mereka melakukan tindak pidana suap untuk perizinan proyek Meikarta. Kejadian ini mengakibatkan kerugian besar bagi investor dan pemegang saham.
Kasus ini menjadi sorotan tajam, terutama mengenai pentingnya penerapan Good Corporate Governance (GCG) di Indonesia. Kejadian serupa juga terjadi di PT Waskita Karya pada Juli 2020, menunjukkan betapa krusialnya penerapan GCG dalam mencegah praktik korupsi.
Artikel ini akan menganalisis kasus tersebut melalui lensa Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (UUPT), khususnya hubungan antara pemegang saham dan perseroan terkait prinsip akuntabilitas, dan bagaimana prinsip-prinsip GCG dapat mencegah korupsi.
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
Analisis Hukum Kasus Korupsi Grup Lippo berdasarkan UUPT
UUPT mengatur hubungan antara pemegang saham dan perseroan, dengan fokus pada prinsip akuntabilitas dan tanggung jawab. Pasal 3 ayat (1) UUPT menyatakan pemegang saham tidak bertanggung jawab pribadi atas perikatan perseroan, kecuali jika terdapat tindakan dengan itikad buruk (Pasal 3 ayat (2)).
Perlindungan tanggung jawab terbatas ini bertujuan mendorong investasi. Namun, ayat (2) menetapkan pengecualian jika pemegang saham terlibat perbuatan melawan hukum atau menggunakan kekayaan perseroan secara melawan hukum, yang merugikan perseroan. Ini merupakan prinsip penting yang mendukung akuntabilitas.
Prinsip Akuntabilitas dalam UUPT
Beberapa pasal dalam UUPT secara langsung maupun tidak langsung berkaitan dengan prinsip akuntabilitas. Pasal 97 mengatur tanggung jawab direksi untuk mengelola perusahaan dengan itikad baik, dan bertanggung jawab secara pribadi atas kelalaian atau kesalahan.
Pasal 114 mengatur tanggung jawab dewan komisaris dalam mengawasi pengurusan perseroan. Keduanya menegaskan prinsip akuntabilitas manajemen kepada pemegang saham dan stakeholder lain. Ini mendorong transparansi dan mencegah penyalahgunaan kekuasaan.
Implikasi bagi Pemegang Saham
Pasal 3 ayat (1) memberikan perlindungan tanggung jawab terbatas (limited liability) kepada pemegang saham. Namun, ayat (2) memberikan konsekuensi jika mereka melanggar hukum atau bertindak dengan itikad buruk. Tanggung jawab terbatas dapat gugur, dan mereka dapat dimintai pertanggungjawaban pribadi.
Ini mendorong pemegang saham untuk bertindak dengan itikad baik, mematuhi hukum, dan tidak menyalahgunakan kekuasaan atau posisi mereka dalam perusahaan. Pelanggaran dapat berakibat pada kerugian finansial dan reputasi yang signifikan.
Prinsip Corporate Governance (GCG) dan Pencegahan Korupsi
Pasal 3 ayat (1) dan (2) UUPT mengandung prinsip-prinsip GCG yang penting untuk pencegahan korupsi. Prinsip akuntabilitas dan transparansi menekankan pentingnya pengelolaan perusahaan yang bertanggung jawab dan terbuka.
Prinsip kepatuhan dan itikad baik menuntut semua pihak untuk mematuhi hukum dan bertindak jujur. Pelanggaran terhadap prinsip ini, seperti dalam kasus Grup Lippo dan Waskita Karya, dapat berakibat fatal, menghilangkan perlindungan tanggung jawab terbatas.
Penerapan Prinsip GCG dalam Praktik
Prinsip pertanggungjawaban (responsibility) mengharuskan direksi dan dewan komisaris menjalankan tugas dengan bertanggung jawab, dan dapat dimintai pertanggungjawaban pribadi atas kerugian akibat kelalaian atau kesalahan.
Prinsip pengawasan (oversight) menekankan peran penting dewan komisaris dalam mengawasi direksi. Pengawasan yang efektif membantu mencegah penyalahgunaan kekuasaan dan praktik korupsi. Semua prinsip ini bekerja sinergis untuk membangun tata kelola perusahaan yang sehat.
Kesimpulan
Kasus korupsi Grup Lippo dan PT Waskita Karya menjadi bukti betapa pentingnya penerapan GCG yang kuat di Indonesia. UUPT, khususnya Pasal 3 ayat (1) dan (2), mengatur hubungan pemegang saham dan perseroan dengan menekankan prinsip akuntabilitas dan tanggung jawab.
Penerapan prinsip-prinsip GCG seperti transparansi, akuntabilitas, kepatuhan, dan pengawasan efektif sangat penting untuk mencegah korupsi dan menjaga keberlangsungan perusahaan. Tanpa penerapan GCG yang kuat, perusahaan rentan terhadap praktik korupsi dan kerugian finansial yang signifikan.
Ke depan, perlu peningkatan kesadaran dan komitmen dari semua pemangku kepentingan untuk melaksanakan GCG secara konsisten, agar tercipta iklim usaha yang bersih dan berkelanjutan di Indonesia.