SwaraWarta.co.id – Psikolog klinis Phoebe Ramadina, M.Psi., mengingatkan bahwa menikah di usia muda dapat menyebabkan berbagai masalah kesehatan mental.
“Risiko gangguan kesehatan mental seperti depresi, kecemasan, dan stres berat, terutama ketika disertai dengan dinamika relasi yang tidak sehat, kekerasan dalam rumah tangga, kesulitan ekonomi, dan kehamilan yang tidak direncanakan,” kata psikolog lulusan Universitas Indonesia itu
Phoebe, yang merupakan lulusan Universitas Indonesia dan berpraktik di lembaga konseling Personal Growth, juga menjelaskan bahwa pernikahan dini bisa menghambat tumbuh kembang anak.
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
Menurutnya, anak yang menikah terlalu muda belum siap menjalani tanggung jawab pernikahan. Hal ini bisa membuat mereka kesulitan menyelesaikan sekolah, menemukan jati diri, dan mengembangkan potensi yang dimiliki.
“Hal itu berdampak jangka panjang terhadap kesejahteraan psikososial anak dan berisiko memperkuat siklus ketidaksetaraan dalam keluarga dan masyarakat,” katanya.
Beberapa waktu lalu, kasus pernikahan seorang gadis berusia 15 tahun dengan remaja laki-laki 17 tahun di Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat, menjadi perbincangan hangat di media sosial.
Menanggapi hal tersebut, Phoebe menegaskan bahwa pernikahan pada usia yang terlalu muda berisiko tinggi menimbulkan konflik yang sulit diselesaikan dan bisa berujung pada perceraian.
“Pernikahan menuntut adanya kemampuan dalam mengelola konflik, mengambil keputusan penting, berkomunikasi secara efektif, menjalin kerja sama yang setara dengan pasangan, hingga menjalani peran sebagai orang tua,” katanya.
Karena itu, ia menekankan bahwa keputusan untuk menikah harus dibuat dengan pertimbangan matang, termasuk kesiapan secara psikologis, emosional, berpikir logis, dan kemampuan finansial.