Swarawarta.co.id – Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) secara resmi telah menerima surat usulan pemakzulan terhadap Wakil Presiden Republik Indonesia, Gibran Rakabuming Raka.
Surat tersebut diajukan oleh Forum Purnawirawan TNI, sebagai bentuk inisiatif warga negara yang menilai telah terjadi pelanggaran konstitusi atau etika dalam pemerintahan.
Rencananya, dokumen tersebut akan dibacakan secara terbuka dalam agenda Rapat Paripurna DPR mendatang. Pembacaan ini merupakan bagian dari prosedur awal sebagaimana diatur dalam Pasal 7A Undang-Undang Dasar 1945, yang menjadi dasar hukum dalam proses pemberhentian presiden dan/atau wakil presiden.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Menanggapi surat tersebut, Andreas Hugo Pareira, anggota DPR dari Fraksi PDI Perjuangan sekaligus Wakil Ketua Komisi XIII, menyampaikan apresiasi terhadap langkah para purnawirawan. Ia menilai, inisiatif tersebut mencerminkan kepedulian masyarakat terhadap jalannya pemerintahan dan pelaksanaan prinsip-prinsip konstitusi.
“Forum Purnawirawan telah menunjukkan sikap politik yang konstitusional. Mereka tidak hanya bersuara, tapi juga menempuh jalur resmi sesuai peraturan yang berlaku,” kata Andreas.
Namun ia menegaskan bahwa surat tersebut baru akan menjadi bagian dari proses resmi setelah dibacakan dalam forum Rapat Paripurna. Selanjutnya, tahapan akan bergantung pada dinamika politik di DPR, terutama terkait jumlah kehadiran anggota serta apakah mayoritas menyetujui untuk membawa usulan ini ke tahap berikutnya.
“Surat dari Forum Purnawirawan TNI tentu patut diapresiasi karena bentuk perhatian dan tanggung jawab para senior bangsa yang telah berbuat dan mengabdi kepada bangsa dan negara,” ujarnya
Prosedur pemakzulan wakil presiden, sebagaimana diatur dalam UUD 1945, tidak bisa dilakukan secara instan
Usulan tersebut harus lebih dulu mendapatkan persetujuan dari dua pertiga anggota DPR yang hadir dalam rapat paripurna. Jika disetujui, proses kemudian dilanjutkan dengan pengkajian oleh Mahkamah Konstitusi (MK), untuk menilai apakah ada pelanggaran hukum atau pelanggaran berat yang dilakukan oleh pejabat terkait.
“Apabila rapat paripurna itu dihadiri oleh 2/3 anggota DPR, dan disetujui oleh 2/3 anggota DPR yang hadir, maka tahapan proses pemakzulan sesuai Pasal 7A UUD 1945 bisa dimulai,” ungkapnya.
Dalam hal ini, keputusan akhir akan sangat dipengaruhi oleh pembuktian yang dihadirkan serta pertimbangan politik dari mayoritas fraksi di DPR. Artinya, selain aspek hukum, faktor kekuatan politik juga akan sangat menentukan arah dari proses ini.
Masuknya nama Gibran Rakabuming Raka, yang merupakan putra Presiden Joko Widodo dan menjabat sebagai Wakil Presiden hasil Pilpres 2024, tentu menambah bobot perhatian publik terhadap kasus ini.
Terlebih, usulan ini datang dari kalangan purnawirawan TNI yang selama ini dikenal sebagai kelompok yang aktif dalam wacana kenegaraan dan nasionalisme.
Banyak pihak menilai bahwa proses ini akan menjadi ujian penting bagi sistem ketatanegaraan Indonesia, apakah mampu menjalankan mekanisme check and balance secara adil dan terbuka, atau justru terhambat oleh kepentingan kekuasaan.
SwaraWarta.co.id - Pernahkah Anda bertanya-tanya, apa itu yang dimaksud dengan meningkatkan kemampuan secara kritis? Istilah…
SwaraWarta.co.id – Apa saja model teori pembuktian yang dianut dalam sistem hukum acara pidana Indonesia?…
SwaraWarta.co.id - Indonesia diguncang oleh skandal korupsi besar terkait fasilitas izin ekspor crude palm oil…
Kasus Nabilla, seorang anak berusia 10 tahun yang kehilangan orang tuanya, menimbulkan pertanyaan penting mengenai…
Mira dan Amir, sepasang kekasih berusia 16 tahun, menghadapi dilema. Mira hamil di luar nikah,…
Kasus Suneo dan Tanah Kosong: Analisis Hukum Peralihan Hak Milik dan Perlindungan Hukum Suatu kasus…