Mengenal Malam 1 Suro: Waktu untuk Introspeksi dan Mendekatkan Diri pada Tuhan

- Redaksi

Sunday, 8 June 2025 - 09:57 WIB

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Malam 1 Suro (Dok. Ist)

Malam 1 Suro (Dok. Ist)

SwaraWarta.co.id – Malam 1 Suro adalah salah satu malam yang dianggap sangat sakral dan penuh makna bagi masyarakat Jawa. Bukan hanya tentang pergantian tahun dalam kalender Jawa, tapi juga menjadi momen penting untuk merenung dan mendekatkan diri kepada Tuhan.

Tradisi ini telah diwariskan secara turun-temurun dan masih sangat dijaga hingga sekarang.

Apa Itu Malam 1 Suro?

ADVERTISEMENT

ads.

SCROLL TO RESUME CONTENT

Kata “Suro” berasal dari istilah Arab ‘Asyura’ yang berarti tanggal 10 Muharam dalam kalender Islam. Namun dalam budaya Jawa, Suro adalah nama bulan pertama dalam kalender Jawa, yang diambil dari bulan Muharam dalam kalender Hijriah.

Jadi, malam 1 Suro menandai pergantian tahun dalam kalender Jawa dan juga bertepatan dengan 1 Muharam, awal tahun baru Islam.

Menurut Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI, malam ini adalah awal tahun Jawa. Sementara Kementerian Agama RI menyebutkan bahwa peringatan ini juga merupakan momen spiritual penting dalam Islam.

Baca Juga :  300 Gram Berapa Sendok Makan? Ini Cara Mengukurnya!

Maka dari itu, malam 1 Suro punya dua sisi sekaligus: sebagai tradisi budaya dan juga sebagai peringatan keagamaan.

Tradisi dan Laku Spiritual pada Malam 1 Suro

Masyarakat Jawa menjadikan malam ini sebagai waktu untuk introspeksi diri, menjauh dari keramaian, dan memperkuat hubungan dengan Sang Pencipta. Beberapa laku spiritual yang biasa dilakukan antara lain:

  • Tirakat (menahan diri dari hal-hal duniawi)
  • Puasa
  • Tapa bisu (tidak berbicara semalaman)
  • Melek (berjaga semalaman)
  • Meditasi atau wirid
  • Semua ini dilakukan untuk menyucikan hati dan jiwa.

Sejarah Kalender Jawa dan Malam 1 Suro

Kalender Jawa diciptakan oleh Sultan Agung Hanyokrokusumo, raja Kesultanan Mataram, pada tahun 1633 Masehi.

Ia menggabungkan tiga sistem penanggalan: Hijriah (Islam), Saka (Hindu), dan Masehi (Gregorian) untuk membuat kalender yang bisa diterima oleh semua kalangan.

Sultan Agung menjadikan hari Jumat Legi di bulan Jumadil Akhir tahun 1555 Saka (yang bertepatan dengan 1 Muharam) sebagai awal dari kalender Jawa.

Baca Juga :  Inilah 7 Kesalahan Investor Pemula dalam Investasi: Calon Investor Wajid Tahu!

Sejak itu, 1 Suro ditetapkan sebagai tahun baru Jawa dan diperingati dengan berbagai kegiatan keagamaan dan budaya.

Malam ini juga menjadi momen pemersatu antara masyarakat santri (religius) dan abangan (kultural), seperti melalui pengajian, ziarah makam leluhur, dan acara haul.

Larangan-Larangan di Malam 1 Suro

Karena dianggap malam yang sakral dan penuh energi spiritual, masyarakat Jawa memiliki sejumlah pantangan atau larangan agar terhindar dari hal-hal buruk. Berikut beberapa di antaranya:

1. Tidak Mengadakan Hajatan Menikah atau menggelar pesta besar di bulan Suro dianggap tidak baik. Hanya kalangan kerajaan yang diperbolehkan mengadakan acara pada waktu ini.

2. Tidak Keluar Rumah Dipercaya bahwa makhluk halus berkeliaran pada malam ini. Masyarakat lebih memilih tinggal di rumah untuk menghindari gangguan dari makhluk tak kasat mata

3. Tidak Pindahan atau Membangun Rumah Pindah rumah atau memulai bangunan baru dianggap membawa nasib buruk jika dilakukan di bulan Suro.

Baca Juga :  Rayakan Momen Istimewa di Lagoon Avenue Mall Bekasi: Tempat Resepsi Megah dengan Fasilitas Lengkap

4. Menjaga Ucapan Masyarakat sangat berhati-hati dalam berbicara. Mengucapkan kata kasar atau menyebar kebencian sangat dilarang karena diyakini bisa membawa dampak buruk.

5. Tidak Boleh Berisik Di beberapa tempat seperti Yogyakarta, masyarakat melakukan tapa bisu, yaitu diam sepanjang malam. Mereka juga mengikuti prosesi Mubeng Beteng, yaitu berjalan mengelilingi benteng keraton sambil diam dan merenung.

Di berbagai daerah, malam 1 Suro dirayakan dengan beragam ritual. Di Keraton Yogyakarta, misalnya, digelar kirab pusaka dan Mubeng Beteng sebagai bentuk penghormatan kepada leluhur.

Di tempat lain, masyarakat juga melakukan puasa mutih (makan nasi putih tanpa lauk), wirid, dan menyendiri untuk mendekatkan diri kepada Tuhan.

Ritual-ritual ini tidak hanya menjadi warisan budaya, tetapi juga cara untuk memperkuat spiritualitas, mengendalikan diri, dan menjaga keseimbangan antara manusia dengan alam semesta.

Berita Terkait

Manfaat Daging Bebek bagi Kesehatan Tubuh, Rugi Kalau Nggak Coba
5 Makanan Bergizi yang Sebaiknya Tidak Dimakan Saat Malam Hari
Tips Olah Daging Kambing Agar Rendah Kolesterol dan Tetap Nikmat
Tips Simpel Menjaga Tekanan Darah Tinggi agar Tidak Berbahaya
Panduan Lengkap Cara Menyimpan Daging Kurban yang Benar
Tata Cara Mandi Taubat untuk Wanita Sesuai Syariat
Jus Jambu Bukan Obat DBD, Ini yang Harus Dilakukan Orang Tua
5 Penyebab Pasangan Kehilangan Ketertarikan Setelah Menikah

Berita Terkait

Sunday, 8 June 2025 - 15:05 WIB

Manfaat Daging Bebek bagi Kesehatan Tubuh, Rugi Kalau Nggak Coba

Sunday, 8 June 2025 - 09:57 WIB

Mengenal Malam 1 Suro: Waktu untuk Introspeksi dan Mendekatkan Diri pada Tuhan

Saturday, 7 June 2025 - 15:48 WIB

5 Makanan Bergizi yang Sebaiknya Tidak Dimakan Saat Malam Hari

Saturday, 7 June 2025 - 14:49 WIB

Tips Olah Daging Kambing Agar Rendah Kolesterol dan Tetap Nikmat

Saturday, 7 June 2025 - 10:38 WIB

Tips Simpel Menjaga Tekanan Darah Tinggi agar Tidak Berbahaya

Berita Terbaru

Presiden Prabowo Subianto (Dok. Ist)

Berita

Presiden Prabowo Diundang Hadiri KTT G7 2025 di Kanada

Sunday, 8 Jun 2025 - 10:09 WIB