Mekanisme leasing sebagai metode pembiayaan memiliki beberapa keunggulan, namun seringkali juga mendapat stigma negatif. Keunggulannya terletak pada kemudahan akses pembiayaan dan fleksibilitas pembayaran, terutama untuk barang modal seperti kendaraan bermotor. Namun, praktik di lapangan seringkali menyimpang dan merugikan konsumen.
Salah satu permasalahan utama adalah praktik penarikan paksa aset oleh debt collector. Hal ini seringkali dilakukan tanpa mengindahkan prosedur hukum yang berlaku, bahkan disertai kekerasan dan intimidasi. Banyak kasus menunjukkan pelanggaran Undang-Undang No. 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia yang mengatur tata cara eksekusi jaminan fidusia secara sah.
Kelemahan Sistem Leasing dan Dampaknya
Berbagai kasus di lapangan mengungkap beberapa kelemahan utama sistem leasing yang perlu mendapat perhatian serius. Kelemahan-kelemahan ini tidak hanya merugikan debitur, tetapi juga merusak citra industri leasing secara keseluruhan.
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
1. Penarikan Paksa yang Ilegal
Penarikan aset secara paksa oleh debt collector seringkali dilakukan tanpa surat tugas resmi, sertifikat fidusia yang sah, dan putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap (inkrah). Tindakan ini merupakan pelanggaran hukum yang serius dan dapat dilaporkan ke pihak berwajib.
Mahkamah Konstitusi telah menegaskan bahwa eksekusi jaminan fidusia hanya dapat dilakukan melalui jalur pengadilan jika debitur tidak menyerahkan aset secara sukarela. Praktik penarikan paksa di luar jalur hukum mengakibatkan kerugian materiil dan immateriil bagi debitur.
2. Debt Collector Tidak Bersertifikasi dan Tidak Berkompeten
Banyak debt collector yang beroperasi tanpa sertifikasi resmi dan surat tugas yang sah dari perusahaan leasing. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah menetapkan standar operasional prosedur (SOP) yang harus dipatuhi oleh debt collector, termasuk memiliki sertifikat profesi dan membawa dokumen lengkap saat melakukan penagihan.
Ketidakpatuhan terhadap standar tersebut membuka peluang terjadinya penyalahgunaan wewenang, intimidasi, dan kekerasan. Hal ini berpotensi menimbulkan konflik dan masalah hukum bagi perusahaan leasing dan masyarakat.
3. Intimidasi dan Kekerasan oleh Debt Collector
Kasus intimidasi, ancaman, dan kekerasan fisik oleh debt collector dalam proses penagihan cukup sering terjadi. Tindakan-tindakan ini melanggar Undang-Undang Perlindungan Konsumen dan KUHP, dan dapat dikenai sanksi hukum yang berat.
Kekerasan yang dilakukan debt collector dapat berdampak buruk secara fisik dan psikologis pada debitur. Ini bukan hanya merugikan debitur secara pribadi, tetapi juga merusak reputasi perusahaan leasing dan menimbulkan risiko hukum yang signifikan.
4. Perjanjian Fidusia yang Tidak Didaftarkan
Banyak perusahaan leasing yang lalai dalam mendaftarkan perjanjian fidusia ke Kantor Pendaftaran Fidusia. Pendaftaran ini merupakan syarat mutlak agar perusahaan leasing memiliki dasar hukum yang kuat untuk melakukan eksekusi jaminan. Tanpa pendaftaran, penarikan aset menjadi ilegal.
Ketidakpatuhan terhadap prosedur pendaftaran ini melemahkan posisi hukum perusahaan leasing dan dapat mengakibatkan sengketa hukum yang panjang dan rumit.
5. Kurangnya Perlindungan Hukum bagi Debitur
Eksekusi jaminan fidusia yang dilakukan secara sepihak tanpa melalui proses pengadilan menciptakan ketidakpastian hukum bagi debitur. Debitur seringkali tidak memahami hak-haknya dan tidak mendapatkan perlindungan hukum yang memadai.
Hal ini menjadi penyebab utama kerugian materiil dan immateriil yang dialami debitur. Perlu adanya mekanisme yang lebih baik untuk melindungi hak-hak debitur dan memastikan proses eksekusi yang adil dan transparan.
Solusi dan Rekomendasi
Untuk mengatasi masalah ini, diperlukan tindakan tegas dari berbagai pihak. Perusahaan leasing harus patuh pada peraturan yang berlaku, melatih dan mengawasi debt collector secara ketat, dan memastikan semua prosedur hukum dijalankan dengan benar. Peningkatan pengawasan dari OJK juga sangat diperlukan untuk menjaga transparansi dan akuntabilitas industri leasing.
Debitur juga perlu meningkatkan literasi keuangan dan hukum agar mampu memahami hak dan kewajibannya. Peningkatan kesadaran hukum di kalangan masyarakat dapat meminimalisir terjadinya pelanggaran dan sengketa.
Perlu pula adanya revisi regulasi yang lebih komprehensif untuk memberikan perlindungan yang lebih baik kepada debitur dan mencegah praktik-praktik yang merugikan. Transparansi dan akuntabilitas dalam industri leasing harus menjadi prioritas utama untuk menciptakan sistem yang adil dan berkelanjutan.
Dengan menerapkan solusi-solusi tersebut, diharapkan mekanisme leasing dapat berjalan lebih efektif, adil, dan profesional, menguntungkan baik lessor maupun lessee.