SwaraWarta.co.id – Pada Senin, 30 Juni 2025, Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mengadakan konferensi internasional di Seville, Spanyol.
Tujuan utama dari acara ini adalah mencari dukungan baru untuk membiayai program-program pembangunan di seluruh dunia.
Konferensi ini berlangsung di tengah situasi sulit, karena banyak negara kaya memangkas bantuan dana pembangunan, termasuk Amerika Serikat. Akibatnya, upaya global untuk mengatasi kemiskinan, penyakit, dan perubahan iklim semakin terhambat.
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
Konferensi ini merupakan yang terbesar dalam 10 tahun terakhir, dengan dihadiri sekitar 50 pemimpin dunia.
Beberapa tokoh penting yang hadir antara lain Presiden Prancis Emmanuel Macron, Presiden Kenya William Ruto, Presiden Komisi Eropa Ursula von der Leyen, dan Sekjen PBB Antonio Guterres.
Namun, absennya Amerika Serikat menjadi sorotan utama. Negara adidaya ini sebelumnya dikenal sebagai salah satu penyumbang besar bantuan pembangunan.
Ketidakhadiran mereka dianggap mencerminkan lemahnya komitmen negara-negara besar terhadap kerja sama global.
Lebih dari 4.000 peserta dari berbagai kalangan hadir dalam konferensi ini. Mereka berasal dari dunia usaha, organisasi masyarakat sipil, serta lembaga-lembaga keuangan dunia.
Target global yang ingin dicapai melalui Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs) PBB pada tahun 2030 kini semakin sulit direalisasikan.
Hal ini karena negara-negara kaya seperti Jerman, Inggris, dan Prancis juga ikut memangkas bantuan dana. Alasannya, mereka butuh anggaran lebih besar untuk sektor lain seperti pertahanan.
Organisasi amal Oxfam menyebut pemotongan dana bantuan ini sebagai yang terbesar sejak tahun 1960.
PBB memperkirakan bahwa dunia saat ini kekurangan dana pembangunan sebesar 4 triliun dolar AS (sekitar Rp64,9 triliun) setiap tahun.
Padahal, lebih dari 800 juta orang di dunia masih hidup dengan penghasilan kurang dari 3 dolar AS (sekitar Rp48.675) per hari.
Salah satu hal penting yang dibahas dalam konferensi ini adalah perlunya perubahan sistem keuangan dunia.
Tujuannya agar negara-negara miskin bisa mengurangi beban utang dan dapat lebih fokus membangun sektor penting seperti kesehatan dan pendidikan.