Kampung Mahmud: Warisan Adat dan Religi yang Tersimpan di Kabupaten Bandung

- Redaksi

Saturday, 28 September 2024 - 08:53 WIB

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Kampung Mahmud (Dok. Ist)

Kampung Mahmud (Dok. Ist)

SwaraWarta.co.id – Kampung Mahmud adalah salah satu kampung adat yang terletak di RW 04 Desa Mekar Rahayu, Kecamatan Margaasih, Kabupaten Bandung Selatan.

Lokasinya cukup strategis, berada di tengah antara Kota Bandung dan Soreang, dengan jarak sekitar 6 km dari Soreang, ibu kota kabupaten.

Pemandangan alam di sekitarnya indah, terletak di pinggir Sungai Citarum dan dikelilingi oleh sawah yang luas. Kampung ini dihuni oleh sekitar 1200 orang, yang tersebar di 1 RW dan 4 RT.

ADVERTISEMENT

ads.

SCROLL TO RESUME CONTENT

Sebagian besar penduduknya bekerja sebagai petani, pedagang, sopir, serta pegawai negeri atau swasta. Kampung Mahmud dikenal memiliki tata cara hidup yang sangat kuat berlandaskan ajaran agama Islam.

Asal Usul Nama Kampung Mahmud

Nama “Mahmud” berasal dari bahasa Arab Mahmuudah, yang berarti pujian. Namun, makna “pujian” di sini bukan berarti “terpuji,” melainkan lebih merujuk pada rasa bangga (reueus) atau kasih sayang yang tulus (deudeuh).

Sejarah Kampung Mahmud

Kampung Mahmud didirikan sekitar abad ke-15 oleh seorang tokoh bernama Sembah Eyang Abdul Manaf, yang merupakan keturunan dari Syarif Hidayatullah.

Baca Juga :  Sungai Cikahuripan: Surga Tersembunyi di Bandung Barat dengan Keindahan Alam yang Menakjubkan

Eyang Abdul Manaf pernah hidup lama di Mekah sebelum kembali ke tanah kelahirannya.

Saat berada di Mekah, ia mendapat petunjuk untuk menemukan tempat yang tidak akan dijajah oleh bangsa asing, khususnya Belanda.

Setelah kembali, ia menemukan daerah berawa di pinggir Sungai Citarum dan memutuskan untuk mendirikan kampung di sana.

Eyang Abdul Manaf juga membawa tanah suci dari Mekah yang ia tanam di lokasi kampung tersebut, yang kini dikenal sebagai Kampung Mahmud.

Karena tanah di daerah itu masih labil, ada aturan yang melarang pembangunan rumah dengan tembok atau kaca, serta melarang membuat sumur.

Sebagai gantinya, penduduk memanfaatkan air dari Sungai Citarum untuk kebutuhan sehari-hari. Nama “Mahmud” diambil dari nama tempat di Mekah, yaitu Gubah Mahmud, tempat di mana Eyang Abdul Manaf berdoa sebelum pulang ke tanah air.

Baca Juga :  Goa Jepang dan Goa Belanda: Saksi Bisu Sejarah Penjajahan di Bandung

Peran Kampung Mahmud dalam Masa Penjajahan

Pada masa penjajahan Belanda, Kampung Mahmud sering dijadikan tempat persembunyian bagi para pejuang.

Hingga kini, keturunan Eyang Abdul Manaf masih menghuni kampung tersebut, dan makamnya pun masih dijaga dengan baik.

Masyarakat Kampung Mahmud sangat menghormati makam leluhurnya, yang dikenal dengan nama Makam Mahmud.

Kehidupan Religi Masyarakat Kampung Mahmud

Warga Kampung Mahmud sangat taat beragama Islam dan juga sangat menghormati leluhur mereka.

Eyang Abdul Manaf dikenal sebagai seorang yang sangat mendalami ajaran Islam dan hidup sederhana.

Nilai-nilai ini diwariskan kepada keturunannya, sehingga kehidupan masyarakat Kampung Mahmud sangat dipengaruhi oleh ajaran agama dan kesederhanaan.

Larangan di Kampung Mahmud

Beberapa larangan atau pantangan di Kampung Mahmud diwariskan dari leluhur dan masih dipatuhi hingga kini. Larangan tersebut antara lain:

– Dilarang membangun rumah bertembok dan berkaca.

– Dilarang memukul gong.

Baca Juga :  Keindahan Danau Situ Patenggang Tempat Romantis yang Pernah dijadikan Lokasi Syuting My Heart

– Dilarang memelihara angsa.

– Dilarang membuat sumur.

Beberapa larangan ini berkaitan dengan masa penjajahan Belanda. Misalnya, larangan memukul gong dan memelihara angsa bertujuan untuk menghindari perhatian penjajah, karena suara gong dan angsa dianggap menandakan adanya keramaian.

Makam Leluhur Kampung Mahmud

Di Kampung Mahmud terdapat tiga makam penting yang dianggap keramat, yaitu:

1. Makam Eyang Abdul Manaf

2. Makam Sembah Eyang Dalem Abdullah Gedug

3. Makam Sembah Agung Zaenal Arif

Pengunjung yang ingin ziarah ke makam-makam ini harus mematuhi aturan seperti berwudhu, mengenakan pakaian yang sopan, dan melepas sandal atau sepatu saat memasuki area makam.

Masyarakat Kampung Mahmud biasanya melakukan ziarah pada hari Jumat. Makam Eyang Abdul Manaf adalah yang paling besar dan paling banyak dikunjungi oleh para peziarah.

Dengan segala tradisi dan keyakinan yang diwariskan dari leluhur, Kampung Mahmud tetap mempertahankan nilai-nilai adatnya hingga sekarang, meskipun berada di tengah arus modernisasi.

Berita Terkait

Hotel Terbaik di Wonosobo, Tarifnya dibawah 200 Ribu Tapi Fasilitas Bikin Anda Pengen Balik Lagi
Hotel Bintang 3 di Yogyakarta, Ada yang Lokasinya Dekat dengan Malioboro
Rekomendasi Hotel Termurah di Pamekasan, Ada yang Per Malamnya Hanya Rp 50 Ribuan Aja Udah dapat Pelayanan Prima
Empat Wahana Baru di Taman Hiburan Pantai Kenjeran Siap Menarik Pengunjung pada Liburan Nataru
Hotel di Magelang View Pegunungan, Bikin Momen Bangun Pagi Makin Berseri dan Hangat Suasana Hati
Rekomendasi Hotel Semarang, Ada yang Tawarkan Fasilitas Mewah Harga Tetap Ramah dan Tampilan Indah
Wisata Bahari Lamongan: Liburan Seru dengan Wahana Lengkap dan Edukatif
Pantai Klayar Pacitan: Pesona Pasir Putih, Bukit Karang, dan Seruling Samudera

Berita Terkait

Friday, 13 December 2024 - 09:05 WIB

Hotel Terbaik di Wonosobo, Tarifnya dibawah 200 Ribu Tapi Fasilitas Bikin Anda Pengen Balik Lagi

Wednesday, 11 December 2024 - 09:43 WIB

Hotel Bintang 3 di Yogyakarta, Ada yang Lokasinya Dekat dengan Malioboro

Wednesday, 11 December 2024 - 09:35 WIB

Rekomendasi Hotel Termurah di Pamekasan, Ada yang Per Malamnya Hanya Rp 50 Ribuan Aja Udah dapat Pelayanan Prima

Tuesday, 10 December 2024 - 20:08 WIB

Empat Wahana Baru di Taman Hiburan Pantai Kenjeran Siap Menarik Pengunjung pada Liburan Nataru

Tuesday, 10 December 2024 - 17:08 WIB

Hotel di Magelang View Pegunungan, Bikin Momen Bangun Pagi Makin Berseri dan Hangat Suasana Hati

Berita Terbaru