Swarawarta.co.id – Seorang warga berinisial HBA melaporkan kejadian tidak menyenangkan yang menimpanya ke pihak kepolisian setelah sekelompok debt collector mendatangi rumahnya di kawasan Kebon Jeruk, Jakarta Barat, pada Sabtu, 17 Mei 2025.
Kunjungan mendadak tersebut diduga berkaitan dengan persoalan utang piutang yang hingga kini belum terselesaikan.
Merespons laporan tersebut, jajaran Satreskrim Polres Metro Jakarta Barat langsung bergerak cepat. Enam orang yang diketahui sebagai debt collector turut diamankan dan dibawa ke kantor polisi bersama HBA untuk dilakukan mediasi. Upaya ini bertujuan mencegah konflik yang lebih besar serta memastikan bahwa penyelesaian masalah dilakukan secara damai dan sesuai aturan hukum.
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
Kasat Reskrim Polres Metro Jakarta Barat, AKBP Arfan Zulkan Sipayung, dalam keterangannya menegaskan bahwa proses mediasi berjalan lancar, tanpa tekanan maupun intimidasi.
“Personel kami hadir untuk memastikan tidak ada tindakan melawan hukum dalam proses penagihan. Kami bertindak sebagai penengah agar situasi tetap aman dan kondusif,” ujar Arfan dalam keterangannya, Minggu (18/5/2025)
Hasil dari mediasi menunjukkan adanya titik terang.
HBA menyatakan kesediaannya untuk bertemu langsung dengan pemberi pinjaman, yang juga merupakan pihak yang memberikan kuasa kepada salah satu debt collector berinisial MO.
Pertemuan itu diharapkan menjadi momentum penyelesaian masalah secara kekeluargaan.
Tak hanya memediasi, polisi juga memberikan arahan dan pembinaan kepada keenam debt collector. Mereka diingatkan untuk tetap menjalankan tugas secara santun, tidak melanggar hukum, dan menghindari cara-cara represif saat menagih utang. Hal ini penting agar hak kreditur tetap terlindungi, tetapi tanpa mengorbankan keamanan dan kenyamanan debitur.
AKBP Arfan juga menegaskan bahwa kasus utang piutang pada dasarnya masuk dalam kategori hukum perdata, bukan pidana.
Hal ini merujuk pada ketentuan dalam Pasal 19 Ayat 2 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia.
Dengan demikian, penyelesaian konflik semacam ini seharusnya ditempuh lewat jalur perdata dan tidak melalui tindakan yang melanggar hukum.
Pihak kepolisian berharap kejadian ini bisa menjadi pembelajaran bagi semua pihak, baik masyarakat maupun pelaku jasa penagihan utang.
Mediasi dan komunikasi terbuka menjadi cara yang jauh lebih efektif dibanding pendekatan koersif yang bisa memicu konflik.
Kasus ini sekaligus menjadi pengingat pentingnya edukasi hukum di tengah masyarakat, khususnya menyangkut mekanisme penyelesaian utang piutang yang beretika, adil, dan tidak merugikan salah satu pihak.
Polisi memastikan akan terus mengawasi agar praktik penagihan tetap sesuai koridor hukum.