Seorang video creator menciptakan video, mengunggahnya ke media sosial, dan memperoleh views positif. Namun, beberapa bulan kemudian, ia menemukan videonya digunakan tanpa izin oleh perusahaan dalam iklan komersial. Situasi ini menyoroti pentingnya pemahaman tentang hak kekayaan intelektual (HKI) bagi content creator.
Hak Kekayaan Intelektual (HKI) Content Creator
Video creator otomatis memiliki hak cipta atas karyanya begitu video tersebut diwujudkan dan dipublikasikan. Hak cipta ini timbul secara deklaratif, tanpa perlu pendaftaran formal, meski pendaftaran sangat disarankan untuk penguatan bukti kepemilikan.
Undang-Undang Hak Cipta memberikan hak eksklusif kepada pencipta atas karya orisinalnya. Hak ini meliputi hak moral (pengakuan sebagai pencipta dan integritas karya) dan hak ekonomi (keuntungan dari penggunaan karya, misalnya royalti atau lisensi).
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
Pelanggaran HKI oleh Perusahaan
Penggunaan video tanpa izin untuk iklan komersial jelas merupakan pelanggaran hak cipta, khususnya pelanggaran hak ekonomi pencipta. Hal ini melanggar Undang-Undang Hak Cipta yang melarang penggandaan dan/atau penggunaan komersial ciptaan tanpa izin.
Pelanggaran ini mengakibatkan kerugian ekonomi bagi content creator karena hilangnya potensi pendapatan. Perusahaan yang melakukan pelanggaran dapat dikenai sanksi pidana (penjara maksimal 4 tahun) dan/atau denda (maksimal Rp 1 miliar).
Upaya Hukum Perlindungan HKI
Content creator dapat mengambil langkah preventif dan represif untuk melindungi HKI-nya.
Upaya Preventif
Pendaftaran hak cipta secara resmi di Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) memberikan bukti kepemilikan yang kuat. Menambahkan watermark pada video juga dapat membantu identifikasi dan mencegah penggunaan tanpa izin.
Membuat kontrak atau perjanjian lisensi dengan pihak lain yang ingin menggunakan karya juga penting untuk mengatur penggunaan dan kompensasi yang diterima.
Upaya Represif
Jika pelanggaran telah terjadi, content creator dapat mengambil tindakan litigasi atau non-litigasi.
Tindakan Litigasi
Content creator dapat mengajukan gugatan ke pengadilan untuk menuntut penghentian penggunaan tanpa izin, ganti rugi atas kerugian, dan sanksi pidana bagi pelanggar. Bukti-bukti kuat seperti bukti pendaftaran hak cipta sangat penting dalam proses ini.
Tindakan Non-Litigasi
Somasi (surat peringatan) kepada pihak yang melanggar dapat menjadi langkah awal. Pelaporan pelanggaran ke platform media sosial (misalnya, YouTube, TikTok, Instagram) dan lembaga terkait seperti DJKI dan Kementerian Komunikasi dan Informatika juga dapat dilakukan.
Platform media sosial sering kali memiliki mekanisme pelaporan pelanggaran hak cipta dan sistem Content ID untuk membantu melacak penggunaan konten tanpa izin.
Peran Platform Media Sosial dan Pemerintah
Platform media sosial memiliki peran penting dalam melindungi HKI content creator. Mereka perlu menyediakan mekanisme pelaporan yang efektif dan responsif terhadap pelanggaran hak cipta. Kerjasama antara pemerintah, platform media sosial, dan masyarakat sangat penting untuk menciptakan ekosistem digital yang melindungi HKI.
Pemerintah perlu terus menyempurnakan peraturan dan penegakan hukum terkait HKI, serta memberikan edukasi kepada masyarakat tentang pentingnya perlindungan HKI di era digital.
Kesimpulan
Memahami dan memanfaatkan perlindungan hukum yang tersedia sangat krusial bagi content creator. Dengan tindakan preventif dan represif yang tepat, mereka dapat melindungi karya dan hak kekayaan intelektualnya di dunia digital yang dinamis dan rentan terhadap pembajakan.
Penting bagi content creator untuk proaktif dalam melindungi karya mereka, dan bagi masyarakat untuk memahami dan menghormati hak cipta karya orang lain.