Swarawarta.co.id – Kepala Satuan Tugas (Satgas) Koordinasi Supervisi Wilayah V Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Dian Patria, menyatakan keprihatinannya terhadap keberadaan aktivitas tambang nikel di Raja Ampat, Papua Barat Daya.
Dalam keterangannya, ia mengungkapkan bahwa dirinya sempat terkejut ketika mendalami laporan dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) yang menyinggung hal tersebut.
“Saya sudah mention ini dua tahun lalu dalam laporan BPKP, kok ada banyak tambang nikel ya di Raja Ampat?” kata Dian dalam diskusi yang digelar Greenpeace Indonesia di Jakarta, Kamis (12/6).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Meskipun belum melakukan investigasi mendalam, Dian menyebut ada indikasi ketidaksesuaian dalam proses perizinan dan pengelolaan sektor tambang di wilayah itu.
Menurut Dian, secara umum terdapat sepuluh persoalan mendasar dalam industri pertambangan di Indonesia.
Salah satunya adalah sistem perizinan yang masih terlalu terpusat atau disebut sebagai resentralisasi.
Ia menjelaskan bahwa meskipun tambang berada di daerah, hampir seluruh izin usaha pertambangan (IUP) masih dikeluarkan dari Jakarta.
Hal ini menciptakan celah dalam sistem pengawasan yang seharusnya bisa lebih kuat jika ditangani secara lokal.
“Rasanya Omnibus memberikan kemudahan investasi. Tapi untuk pengawasannya enggak ketemu. Enggak ada kemudahan untuk pengawasan, hanya kemudahan di hulu,” kata Dian
Lebih lanjut, ia mengkritisi Undang-Undang Cipta Kerja (UU Ciptaker) yang memang mempermudah investor dalam memperoleh izin, namun sekaligus menyulitkan lembaga pengawas karena regulasi yang tumpang tindih.
Temuan yang cukup mencolok adalah soal ketidakpatuhan dalam pelaksanaan perizinan tambang.
Dari sekitar 11.000 IUP yang tercatat, sebanyak 1.850 di antaranya tidak memiliki Mine Planning and Production (MPP), yakni dokumen penting yang menjelaskan rencana operasional tambang. Ketidakhadiran MPP ini menunjukkan lemahnya penegakan aturan teknis di lapangan.
KPK pun merasa perlu untuk melakukan telaah lebih dalam terkait kepatuhan perusahaan-perusahaan tambang terhadap regulasi yang berlaku, termasuk dalam aspek pajak dan kewajiban fiskal lainnya.
Dian juga mengungkapkan bahwa ada tren baru dalam dunia pertambangan, yaitu upaya reaktivasi izin usaha yang sebelumnya dicabut, melalui jalur hukum seperti Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).
Praktik ini, kata Dian, membuka ruang penyalahgunaan hukum, karena perusahaan bisa kembali beroperasi meski sempat terbukti melanggar ketentuan.
Permasalahan sektor pertambangan di Indonesia, termasuk di Raja Ampat, memperlihatkan kompleksitas antara kelonggaran regulasi, lemahnya pengawasan, serta ketidakpatuhan perusahaan.
KPK melalui Satgas Korsup mengingatkan perlunya perbaikan menyeluruh agar aktivitas pertambangan berjalan transparan, akuntabel, dan tetap menjunjung tinggi kepentingan lingkungan serta masyarakat sekitar.
SwaraWarta.co.id – Berapa nominal BSU BPJS Ketenagakerjaan 2025? Pemerintah kembali menggelontorkan Bantuan Subsidi Upah (BSU)…
SwaraWarta.co.id - Pemerintah melalui Kementerian Sosial (Kemensos) resmi menyalurkan BPNT tahap 2 untuk periode April–Juni…
SwaraWarta.co.id - Nama gelandang naturisasi Timnas Indonesia, Thom Haye, kembali mengemuka di bursa transfer Liga…
SwaraWarta.co.id - Kabar bahagia datang dari pasangan selebriti Aaliyah Massaid dan Thariq Halilintar. Keduanya baru…
SwaraWarta.co.id - Pemerintah Provinsi Kalimantan Tengah (Pemprov Kalteng) terus mendorong masyarakat untuk menjaga kebersihan, meskipun…
SwaraWarta.co.id - Liburan sekolah sebentar lagi tiba. Banyak warga Malang mulai merasa bosan dengan tempat…