Indonesia memasuki musim kemarau pada akhir Mei 2024. Namun, fenomena unik terjadi di sejumlah daerah, terutama Jawa Timur, yang masih diguyur hujan lebat bahkan hingga menyebabkan banjir. Kondisi ini menimbulkan kekhawatiran bagi berbagai sektor, termasuk petani garam yang sangat bergantung pada cuaca.
Erma Yulihastin, Peneliti Ahli Utama Klimatologi dan Perubahan Iklim BRIN, mengungkapkan keresahan petani garam di Gresik dan sekitarnya yang masih mengalami musim hujan di awal Juni. Mereka mempertanyakan mengapa musim kemarau yang seharusnya sudah dimulai sejak Mei justru masih diwarnai hujan lebat. Hal ini berdampak besar pada persiapan dan operasional usaha mereka, yang membutuhkan biaya besar dan berisiko kerugian jika tidak memperhatikan iklim.
Kondisi cuaca yang tidak menentu ini diperkirakan akan berlangsung selama dua hingga tiga hari ke depan. Pertemuan gelombang Kelvin dan Rossby di langit Jawa Timur menjadi salah satu pemicunya. Tekanan udara rendah di laut utara Pulau Jawa juga turut memperparah situasi, menyebabkan hujan di Jawa Timur dan sebagian Jawa Tengah bagian utara.
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
Musim Kemarau Basah: Anomali Cuaca di Indonesia
Tahun ini, Indonesia mengalami musim kemarau basah. Artinya, periode cuaca kering akan berlangsung singkat. Erma memprediksi hujan akan kembali mengguyur wilayah tersebut pada paruh kedua Juli, membuat musim kemarau menjadi relatif singkat. Kondisi ini merupakan anomali cuaca, namun bukan disebabkan oleh fenomena El Niño atau La Niña.
Anomali ini tidak hanya berdampak pada petani garam, tetapi juga pada nelayan yang berlayar dalam waktu singkat. Ketidakpastian cuaca membuat mereka harus lebih waspada dan mempersiapkan diri menghadapi potensi perubahan cuaca yang ekstrem.
Dampak Musim Kemarau Basah terhadap Berbagai Sektor
Dampak musim kemarau basah ini meluas ke berbagai sektor. Petani garam, seperti yang telah dijelaskan, menghadapi kerugian finansial akibat gagal panen. Selain itu, sektor pertanian lainnya juga terpengaruh, karena curah hujan yang tidak terprediksi dapat mengganggu pertumbuhan tanaman.
Sektor perikanan juga terdampak. Nelayan skala kecil yang bergantung pada cuaca baik untuk melaut harus menyesuaikan aktivitas mereka dengan kondisi cuaca yang berubah-ubah. Potensi bahaya di laut juga meningkat akibat cuaca buruk yang sulit diprediksi.
Faktor Penyebab Anomali Cuaca dan Perkiraan Ke Depan
Meskipun bukan disebabkan oleh El Niño atau La Niña, anomali cuaca ini perlu dipelajari lebih lanjut untuk memahami penyebabnya secara lebih detail. Penelitian lebih lanjut tentang interaksi gelombang Kelvin dan Rossby, serta faktor-faktor meteorologi lainnya, sangat penting untuk meningkatkan akurasi prediksi cuaca.
Pemerintah dan lembaga terkait perlu meningkatkan sistem peringatan dini dan memberikan informasi cuaca yang akurat dan tepat waktu kepada masyarakat. Hal ini penting agar masyarakat dapat melakukan mitigasi dan adaptasi terhadap dampak perubahan iklim dan anomali cuaca yang semakin sering terjadi.
Pentingnya peningkatan kesadaran masyarakat terhadap pentingnya pengelolaan lingkungan yang berkelanjutan juga perlu ditekankan. Upaya bersama untuk mengurangi emisi gas rumah kaca dan menjaga kelestarian lingkungan akan membantu mengurangi dampak perubahan iklim dan anomali cuaca di masa depan.