George Berkeley, seorang filsuf Irlandia abad ke-18, memberikan kontribusi signifikan terhadap perkembangan idealisme. Ia menantang pandangan materialisme yang dominan pada masanya, yang menyatakan bahwa realitas terdiri dari materi yang ada secara independen dari pikiran.
Berkeleys menolak pandangan ini secara radikal. Ia berargumen bahwa realitas pada dasarnya adalah mental, terdiri dari ide-ide dan persepsi yang ada di dalam pikiran. Ini adalah inti dari idealisme subjektifnya.
Prinsip Utama Idealisme Berkeley
Esse est Percipi (“Ada Artinya Dipersepsikan”)
Ini adalah prinsip sentral filsafat Berkeley. Ia menyatakan bahwa keberadaan suatu objek bergantung pada persepsi objek tersebut oleh sebuah pikiran. Jika tidak ada yang mempersepsikan sesuatu, maka hal itu tidak ada.
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
Konsekuensi dari prinsip ini cukup dramatis. Batu, pohon, bahkan gunung sekalipun, tidak akan ada jika tidak ada pikiran yang mempersepsikannya. Keberadaan mereka sepenuhnya tergantung pada tindakan persepsi.
Ini tidak berarti bahwa objek-objek ini hanyalah halusinasi. Berkeley berargumen bahwa konsistensi dan keteraturan dunia yang kita alami menunjukkan bahwa ada sebuah pikiran yang lebih tinggi, yaitu Tuhan, yang selalu mempersepsikan segala sesuatu. Tuhan menjadi jaminan atas keberadaan objek-objek tersebut, bahkan saat tidak ada manusia yang sedang mempersepsikannya.
Penolakan Terhadap Substansi Material
Berkeley menolak gagasan tentang substansi material yang ada secara independen dari pikiran. Baginya, tidak ada sesuatu yang disebut “materi” dalam artian substansi yang ada terlepas dari persepsi. Yang ada hanyalah ide-ide dan persepsi.
Hal ini berbeda dengan pandangan empiris sebelumnya, seperti yang dipegang John Locke, yang membedakan antara kualitas primer (objektif, seperti ukuran dan bentuk) dan kualitas sekunder (subjektif, seperti warna dan rasa) dari objek material. Berkeley menolak pembedaan ini, menyatakan bahwa semua kualitas adalah kualitas persepsi.
Pengaruh atas Pemikiran Selanjutnya
Ide-ide Berkeley memiliki dampak yang mendalam terhadap filsafat selanjutnya. Pemikirannya berpengaruh pada perkembangan idealisme transendental Immanuel Kant, yang menggabungkan unsur-unsur rasionalisme dan empirisme untuk mengembangkan suatu teori pengetahuan yang lebih kompleks.
Kritik terhadap idealisme Berkeley juga memicu diskusi-diskusi penting dalam metafisika dan teori pengetahuan. Meskipun beberapa aspek filsafatnya mungkin tampak kontroversial, kontribusinya dalam mendefinisikan kembali hubungan antara pikiran, persepsi, dan realitas tetap sangat penting dalam sejarah filsafat.
Implikasi Idealisme Berkeley dalam Berbagai Bidang
Pendidikan
Idealisme Berkeley menekankan pentingnya pengalaman langsung dalam pembelajaran. Pembelajaran yang efektif, menurut pandangan ini, harus melibatkan interaksi aktif antara siswa dan lingkungan mereka, serta menekankan proses penemuan dan penyelidikan.
Ilmu Pengetahuan
Walaupun sering dipandang bertentangan dengan pendekatan ilmiah yang empiris, idealisme Berkeley juga bisa diinterpretasi sebagai penekanan pada peran observer (pengamat) dalam membentuk pemahaman kita tentang dunia. Pengukuran dan observasi ilmiah tidak lepas dari keterbatasan persepsi manusia.
Teologi
Peran Tuhan sebagai penjamin keberadaan objek-objek dalam filsafat Berkeley menjadi titik temu yang menarik antara filsafat dan teologi. Keberadaan Tuhan tidak hanya dibenarkan oleh argumen teologis, tetapi juga diposisikan sebagai elemen penting dalam menjaga konsistensi realitas.
Kesimpulannya, kontribusi George Berkeley terhadap filsafat idealisme sangat besar dan kompleks. Pemikirannya yang radikal, walaupun sering diperdebatkan, telah memaksa filsuf untuk merefleksikan kembali hubungan antara pikiran, persepsi, dan realitas. Warisan pemikirannya terus hidup dan relevan hingga saat ini.