SwaraWarta.co.id – Apa itu termul? Seringkali termul menjadi istilah yang ramai diperbincangkan dalam diskursus politik Indonesia akhir-akhir ini.
Akronim ini memiliki dua makna yang bertolak belakang: satu diklaim sebagai wadah perjuangan, sementara yang lain dianggap sebagai simbol penghinaan.
Berdasarkan informasi yang beredar, Termul merupakan singkatan dari “Ternak Mulyono”, yang merujuk pada Presiden ketujuh RI, Joko Widodo (Jokowi), yang sering dipanggil “Mulyono” sebagai nama keluarganya. Istilah ini digunakan untuk menyebut kelompok loyalis Jokowi yang dianggap tanpa kritik.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Di sisi lain, seorang pengacara kontroversial Firdaus Oiwobo justru mendirikan organisasi kemasyarakatan (ormas) resmi bernama Ternak Mulyono (Termul) pada 23 Agustus 2025.
Ormas ini diklaim dibentuk untuk membela Jokowi, Gibran Rakabuming Raka, dan Prabowo Subianto.
Firdaus mengaku ide pendiriannya muncul setelah bertemu dengan Jokowi di Solo.
Termul versi Firdaus Oiwobo menggunakan logo simpanse, yang menurutnya dipilih karena simpanse merupakan “hewan dengan kasta tertinggi” dan simbol kecerdasan. Ia bahkan menyandingkannya dengan “keledai” yang disebutnya sebagai simbol kebodohan.
Fenomena Termul tidak terjadi dalam vakum. Ia merupakan kelanjutan dari polarisasi politik yang telah berlangsung sejak Pilpres 2014 dan 2019, dengan munculnya istilah-istilah seperti “cebong” (pendukung Jokowi) dan “kampret” (pendukung Prabowo).
Menurut penelitian SMRC, penggunaan label seperti ini berpotensi memecah belah bangsa dan memperdalam fragmentasi sosial.
Keberadaan Termul, dalam kedua maknanya, mencerminkan dinamika demokrasi Indonesia yang masih menghadapi tantangan polarisasi pasca-kontestasi. Para tokoh negara telah menyerukan penghentian istilah-istilah polarisatif, termasuk Ma’ruf Amin yang pernah meminta agar “cebong” dan “kampret” dikubur.
Fenomena Termul memperlihatkan bagaimana politik identitas dan loyalisme tanpa kritik dapat memunculkan istilah-istilah baru yang justru memperdalam jurang polarisasi. Dalam demokrasi yang sehat, kritik dan dukungan konstruktif diperlukan tanpa harus jatuh pada penghinaan atau pembentukan kultus individu.
SwaraWarta.co.id - Masjid Al-Aqsa, salah satu situs paling suci bagi umat Islam dan menjadi simbol…
SwaraWarta.co.id - Pasukan Israel kembali melancarkan serangan udara ke Jalur Gaza pada Selasa malam, 28…
SwaraWarta.co.id - Kadar gula darah yang tinggi secara berkelanjutan dapat memicu masalah kesehatan serius seperti…
SwaraWarta.co.id – Bagaimana cara kita sebagai pelajar dapat menyalurkan aspirasi secara demokratis? Sebagai bagian dari…
SwaraWarta.co.id - Anda pernah mengalami situasi dimana Direct Message (DM) Instagram tiba-tiba tidak bisa dibuka?…
SwaraWarta.co.id – Di era digital saat ini, melindungi dokumen pribadi dan profesional belum pernah sepenting ini.…