PT Pertamoplos, perusahaan migas yang mempekerjakan 500 karyawan tetap dan 200 karyawan kontrak (PKWT), menghadapi dilema terkait kebijakan pengupahan dan insentif di awal tahun 2024. Penurunan omzet akibat ketidakstabilan ekonomi global memaksa manajemen mengambil keputusan kontroversial.
Keputusan tersebut berupa tidak menaikkan upah pekerja meskipun pemerintah telah menetapkan kenaikan Upah Minimum Kota (UMK). Lebih jauh lagi, insentif berbasis kinerja hanya diberikan kepada karyawan tetap, meninggalkan karyawan kontrak tanpa insentif sama sekali. Kondisi ini memicu protes dan laporan ke Dinas Ketenagakerjaan.
Analisis Kebijakan Pengupahan PT Pertamoplos
Peraturan pengupahan di Indonesia diatur dalam beberapa regulasi, termasuk UU No. 6 Tahun 2023, PP No. 36 Tahun 2021, PP No. 51 Tahun 2023, dan Permenaker No. 16 Tahun 2024. Regulasi ini menekankan kewajiban perusahaan untuk membayar upah minimum sesuai UMP/UMK.
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
Kenaikan UMK pada tahun 2024 menjadi kewajiban yang harus dipenuhi PT Pertamoplos. Kegagalan perusahaan dalam menaikkan upah jelas merupakan pelanggaran regulasi. Hal ini menimbulkan ketidakadilan bagi pekerja, baik tetap maupun kontrak, karena upah minimum merupakan hak dasar pekerja.
Kewajiban Penyesuaian Upah Minimum
Rumusan Upah Minimum mempertimbangkan inflasi, pertumbuhan ekonomi, dan kontribusi tenaga kerja terhadap pertumbuhan ekonomi daerah. Besaran UMK/UMP ditetapkan oleh pemerintah daerah dan wajib ditaati oleh seluruh perusahaan.
Oleh karena itu, keputusan PT Pertamoplos untuk tidak menaikkan upah pekerja, walaupun UMK telah naik, adalah sebuah pelanggaran serius dan dapat berakibat sanksi administratif bahkan pidana.
Ketidakadilan dalam Pemberian Insentif
Insentif, sebagai pendapatan non-upah, diberikan sebagai penghargaan atas pencapaian kinerja di atas standar. Pemberian insentif semestinya berbasis pada kinerja dan kompetensi, bukan status hubungan kerja.
Praktik PT Pertamoplos yang hanya memberikan insentif kepada karyawan tetap, tanpa mempertimbangkan kontribusi karyawan kontrak, merupakan bentuk diskriminasi. Hal ini bertentangan dengan prinsip keadilan dan kesetaraan dalam UU Ketenagakerjaan.
Hak-hak Karyawan Kontrak (PKWT)
Karyawan kontrak memiliki hak yang sama dengan karyawan tetap, termasuk hak atas upah minimum (tidak boleh di bawah UMK), tunjangan (sesuai perjanjian kerja atau peraturan perusahaan), THR (jika sudah bekerja minimal 1 bulan), dan uang kompensasi (saat kontrak berakhir).
Mereka juga berhak atas perlakuan yang setara, tidak boleh didiskriminasi dalam pemberian tugas, pelatihan, promosi, maupun insentif. Pemberian insentif hanya untuk karyawan tetap adalah bentuk pelanggaran terhadap hak-hak karyawan kontrak.
Implikasi Hukum dan Rekomendasi
Kegagalan PT Pertamoplos dalam menyesuaikan upah sesuai UMK dan pemberian insentif yang diskriminatif merupakan pelanggaran hukum. Sanksi administratif hingga pidana dapat dijatuhkan kepada perusahaan.
Disarankan PT Pertamoplos segera menaikkan upah seluruh pekerja sesuai UMK terbaru dan merevisi kebijakan insentif agar adil dan berbasis kinerja. Perusahaan juga perlu melakukan mediasi dengan pekerja untuk menyelesaikan konflik dan membangun hubungan industrial yang harmonis.
Rekomendasi Lebih Lanjut
- Penting bagi Dinas Ketenagakerjaan untuk melakukan pengawasan dan mediasi agar hak-hak pekerja terpenuhi.
- PT Pertamoplos perlu mengkaji ulang sistem pengupahan dan insentifnya, mempertimbangkan standar kinerja yang objektif dan adil bagi semua pekerja.
- Transparansi dalam kebijakan pengupahan dan insentif sangat penting untuk mencegah konflik dan menjaga hubungan industrial yang baik.
Kesimpulannya, kebijakan PT Pertamoplos menunjukkan pelanggaran terhadap regulasi ketenagakerjaan Indonesia. Penerapan prinsip keadilan dan kesetaraan dalam pengupahan dan pemberian insentif sangat penting untuk menciptakan lingkungan kerja yang harmonis dan produktif.