SwaraWarta.co.id – Indonesia diguncang oleh skandal korupsi besar terkait fasilitas izin ekspor crude palm oil (CPO) pada tahun 2022, yang menyeret Wilmar Group bersama dua perusahaan lainnya.
Otoritas Kejaksaan Agung menangkap benang kusut kasus ini sejak awal tahun, termasuk pihak swasta, pejabat, bahkan hakim.
Kasus ini berawal dari tuduhan pencucian uang dan pemberian suap dalam proses memperoleh izin ekspor CPO. Lebih dari Rp11,8 triliun (sekitar US$725 juta) uang negara oleh jaksa disita dari Wilmar, jumlah yang kemudian dikembalikan perusahaan sebagai “kerugian negara akibat pelanggaran”.
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
Pengusutan mengungkap adanya aliran dana sebesar Rp60 miliar (sekitar US$3,6 juta) kepada empat orang hakim, termasuk Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Muhammad Arif Nuryanta.
Jaksa menduga dana tersebut dipakai untuk memuluskan vonis “lepas” (onslag) pada Maret 2025, mengakibatkan pembebasan Wilmar, Musim Mas, dan Permata Hijau dari tuduhan korupsi. Namun, jaksa segera mengajukan banding dan Mahkamah Agung menyatakan kasus tersebut belum berkekuatan hukum tetap.
Selain hakim, delapan orang juga ditetapkan tersangka, termasuk panitera pengganti dan dua pengacara. Pada April, Kejaksaan Agung memasangkan tangan dingin dengan menangkap seorang pegawai Wilmar terkait kasus ini .
Dari sisi korporasi, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Kejaksaan Agung bahkan menyatakan bahwa praktik ini merugikan negara hingga Rp1,6 triliun saat ekspor CPO digelar pada Februari–Maret 2022.
Sementara itu, Wilmar International — konglomerat agribisnis asal Singapura — menyatakan terus kooperatif dan menyerahkan semua proses hukum ke otoritas terkait . Perusahaan ini dikenal global, dengan pendapatan tahunan hingga US$73 miliar (2022) dan lebih dari 500 pabrik di seluruh dunia.
Analisis & Dampak
- Guncangan Regulasi dan Industri
Skandal ini memperlihatkan celah besar pada tata kelola ekspor CPO di Indonesia—negara penghasil 60% palm oil dunia. Persoalan dominasi korporasi besar dalam penetapan kebijakan strategis menjadi sorotan utama. - Integritas Yudisial Tergerus
Terungkapnya suap pada tingkat hakim dan panitera mencoreng integritas sistem peradilan. Reformasi peradilan dan pengawasan internal jadi sorotan penting. - Potensi Klaim Negara & Kepastian Hukum
Dengan upaya banding dan kasasi yang masih berlangsung hingga 17 Mei 2025, putusan akhir kasus ini berpotensi mengubah kurs hukum korporasi dan negara terhadap pelanggaran ekspor komoditas strategis .
Kasus ini mencuatkan urgensi penguatan sistem perizinan ekspor CPO, pengawasan pejabat, serta upaya nyata melawan korupsi di sektor strategis. Publik pun terus mengawasi perkembangan hukum yang tengah berjalan.