Jadi Budaya Lokal yang Mendunia, Ini Sejarah Reyog Ponorogo

- Redaksi

Sunday, 4 February 2024 - 09:45 WIB

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

 

Kesenian Reog Ponorogo
( Dok. Istimewa)

SwaraWarta.co.id – Di antara lima versi cerita populer tentang asal usul Reog Ponorogo dan Warok yang berkembang di masyarakat, cerita tentang pemberontakan Ki Ageng Kutu merupakan yang paling terkenal. 

Reog Ponorogo tidak bisa dipisahkan masa Bhre Kertabhumi, Raja Majapahit terakhir yang berkuasa pada abad ke-15. 

ADVERTISEMENT

ads.

SCROLL TO RESUME CONTENT

Seperti yang diketahui reog Ponorogo erat kaitannya dengan Ki Ageng Kutu, seorang abdi kerajaan, sangat murka akan pengaruh kuat dari pihak istri Raja Majapahit yang berasal dari Tiongkok. 

Selain itu, ia juga merasa tidak senang dengan pemerintahan korup raja, dan ia merasa bahwa kekuasaan Kerajaan Majapahit akan berakhir. 

Akhirnya, ia meninggalkan sang raja dan mendirikan perguruan. Di sana, ia mengajar seni bela diri, ilmu kekebalan diri, dan ilmu kesempurnaan kepada anak-anak muda, dengan harapan bahwa mereka akan menjadi bibit untuk kebangkitan kembali Kerajaan Majapahit. 

Baca Juga :  Deretan Lagu Jawa Populer di Tahun 2023 yang Kerap jadi Backsound di TikTok

Karena sadar bahwa pasukannya terlalu kecil untuk melawan pasukan kerajaan, maka ia menyampaikan pesan politisnya melalui pertunjukan seni Reog, yang merupakan sindiran kepada Raja Kertabhumi dan kerajaannya. 

Pagelaran Reog menjadi cara Ki Ageng Kutu membangun perlawanan masyarakat lokal menggunakan kepopuleran Reog.

Dalam pertunjukan Reog, ditampilkan topeng berbentuk kepala singa, yang dikenal sebagai Singa Barong, raja hutan, yang menjadi simbol untuk Kertabhumi, dan di atasnya ditancapkan bulu-bulu merak hingga menyerupai kipas raksasa yang menyimbolkan pengaruh kuat para rekan Tiongkoknya yang mengatur semua gerak-geriknya. 

Jathilan, yang diperankan oleh kelompok penari gemblak yang menunggangi kuda-kudaan, menjadi simbol kekuatan pasukan Kerajaan Majapahit yang menjadi perbandingan kontras dalam kekuatan dengan warok, yang berada di balik topeng badut merah yang menjadi simbol untuk Ki Ageng Kutu, sendirian dan menopang berat topeng Singa Barong yang mencapai lebih dari 50 kg hanya dengan menggunakan giginya. 

Baca Juga :  Fungsi Tulang Rusuk, Definisi, Jenis, juga Risiko Gangguannya

Kepopuleran Reog Ki Ageng Kutu akhirnya menyebabkan Bhre Kertabhumi mengambil tindakan dan menyerang perguruannya. 

Pemberontakan oleh warok segera diatasi, dan pengajaran akan warok dilarang. Namun, murid-murid Ki Ageng Kutu tetap melanjutkan pengajaran secara diam-diam. 

Meskipun begitu, kesenian Reognya sendiri masih diperbolehkan untuk dipentaskan karena sudah menjadi pertunjukan populer di antara masyarakat. 

Namun, jalan ceritanya memiliki alur baru dengan penambahan karakter-karakter dari cerita rakyat Ponorogo seperti Klono Sewandono, Dewi Songgolangit, dan Sri Genthayu.

Versi resmi alur cerita Reog Ponorogo saat ini berkisah tentang Raja Ponorogo yang berniat melamar putri Kediri, Dewi Ragil Kuning. 

Namun, di tengah perjalanan, ia dicegat oleh Raja Singa Barong dari Kediri. Pasukan Raja Singa Barong terdiri dari merak dan singa, sedangkan dari pihak Kerajaan Ponorogo, Raja Klono dan Wakilnya Bujang Ganong, dikawal oleh warok (pria berpakaian hitam-hitam dalam tariannya), dan warok ini memiliki ilmu hitam yang mematikan. 

Baca Juga :  Puspa Dewi, Sosok Nenek Awet Muda Kini Kembali Viral

Seluruh tariannya merupakan tarian perang antara Kerajaan Kediri dan Kerajaan Ponorogo, serta mengadu ilmu hitam antara keduanya. 

Para penari dalam kondisi “kerasukan” saat menampilkan tarian.

Hingga saat ini, masyarakat Ponorogo masih mempertahankan warisan leluhur mereka sebagai warisan budaya yang sangat kaya. 

Menurut mereka, Seni Reog adalah ciptaan kreasi manusia yang terbentuk karena adanya aliran kepercayaan yang ada secara turun-temurun dan terjaga. 

Upacara Seni Reog pun menggunakan syarat-syarat yang tidak mudah bagi orang awam untuk memenuhinya tanpa adanya garis keturunan yang jelas. 

Masyarakat Ponorogo menganut garis keturunan parental dan hukum adat yang masih berlaku.

Berita Terkait

Apa yang Dimaksud dengan School Well-Being dalam Konteks Pendidikan? Berikut Penjelasannya!
Bapak Ibu Guru yang Bersemangat, Bagaimana Kita dapat Membuat Lingkungan Sekolah Menjadi Lebih Sejahtera?
DISKUSIKAN Kondisi Di Mana Pasar Monopoli Memperoleh Keuntungan Maksimal Dan Pasar Bagaimana Perbedaan Dengan Keuntungan Maksimal Dari Persaingan
40 SOAL UAS Manajemen Operasi UT 2025 dan Kunci Jawaban, Contoh Soal Ujian UT Manajemen EKMA4369 Tahun 2025
40 SOAL Ujian UT Bahasa Inggris Niaga 2025 dan Kunci Jawaban, Contoh Soal UAS Bahasa Inggris Niaga UT ADBI4201
40 SOAL UAS Administrasi Pertanahan UT Semester 1 Tahun 2025 dan Kunci Jawaban, Contoh Soal Ujian UT Administrasi Pertanahan ADPU4335
40 SOAL UAS Manajemen Keuangan UT 2025 dan Kunci Jawaban, Contoh Soal Ujian UT Manajemen Keuangan EKMA4213
40 SOAL UAS PDGK4401 Materi dan Pembelajaran PKN SD UT 2025 dan Kunci Jawaban, Contoh Soal Ujian UT Materi dan Pembelajaran PKN SD

Berita Terkait

Sunday, 15 June 2025 - 13:51 WIB

Apa yang Dimaksud dengan School Well-Being dalam Konteks Pendidikan? Berikut Penjelasannya!

Sunday, 15 June 2025 - 13:43 WIB

Bapak Ibu Guru yang Bersemangat, Bagaimana Kita dapat Membuat Lingkungan Sekolah Menjadi Lebih Sejahtera?

Saturday, 14 June 2025 - 20:22 WIB

DISKUSIKAN Kondisi Di Mana Pasar Monopoli Memperoleh Keuntungan Maksimal Dan Pasar Bagaimana Perbedaan Dengan Keuntungan Maksimal Dari Persaingan

Saturday, 14 June 2025 - 20:12 WIB

40 SOAL UAS Manajemen Operasi UT 2025 dan Kunci Jawaban, Contoh Soal Ujian UT Manajemen EKMA4369 Tahun 2025

Saturday, 14 June 2025 - 20:02 WIB

40 SOAL Ujian UT Bahasa Inggris Niaga 2025 dan Kunci Jawaban, Contoh Soal UAS Bahasa Inggris Niaga UT ADBI4201

Berita Terbaru