SwaraWarta.co.id – Apa itu Abolisi? Pernah dengar kasus seseorang yang sedang diadili tiba-tiba proses hukumnya berhenti begitu saja sebelum ada putusan pengadilan? Bukan karena kabur atau bukti kurang, tapi karena campur tangan langsung dari Istana.
Inilah salah satu efek dari apa itu abolisi – sebuah hak konstitusional presiden yang masih jarang dipahami publik. Kalau kamu penasaran bagaimana presiden bisa punya kuasa seperti ini dan apa bedanya dengan pengampunan lain, simak penjelasan lengkapnya di bawah ini!
Memahami Inti dari Apa Itu Abolisi Secara Hukum
Jadi, apa itu abolisi sebenarnya? Dalam ranah hukum, khususnya hukum pidana Indonesia, abolisi merujuk pada hak prerogatif presiden untuk menghentikan proses penyidikan dan penuntutan terhadap seseorang yang diduga melakukan tindak pidana, sebelum perkara tersebut diputus oleh pengadilan.
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
Intinya, abolisi ini seperti “menghentikan paksa” proses hukum yang sedang berjalan di tahap penyidikan atau penuntutan, sehingga si tersangka tidak sampai diadili di pengadilan dan otomatis dibebaskan dari tuntutan pidana.
Dasar hukum utama abolisi di Indonesia adalah Pasal 14 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945 yang berbunyi: “Presiden memberi grasi dan rehabilitasi dengan memperhatikan pertimbangan Mahkamah Agung, dan memberi amnesti dan abolisi dengan memperhatikan pertimbangan Dewan Perwakilan Rakyat.”
Pelaksanaannya diatur lebih detail dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2002 tentang Grasi (meskipun judulnya grasi, UU ini juga mengatur abolisi, amnesti, dan rehabilitasi). Pemberian abolisi bukan berarti menyatakan orang tersebut tidak bersalah (non of guilty), melainkan menghentikan proses hukum karena pertimbangan tertentu, seperti kepentingan nasional, stabilitas politik, atau kemanusiaan.
Beda Tipis Tapi Krusial: Abolisi vs Grasi dan Amnesti
Seringkali orang bingung membedakan abolisi dengan grasi atau amnesti. Memang ketiganya sama-sama bentuk pengampunan dari presiden, tapi tahapan dan efek hukumnya sangat berbeda:
- Abolisi (Seperti yang Baru Kamu Pahami): Diberikan sebelum ada putusan pengadilan. Menghentikan proses penyidikan/penuntutan. Akibatnya, tidak ada proses pengadilan sama sekali, dan tersangka bebas dari tuntutan.
- Grasi: Diberikan setelah ada putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap (inilah apa itu abolisi tidak lakukan). Grasi mengampuni atau mengurangi hukuman (misal, hukuman mati diubah jadi seumur hidup). Status terpidana tetap ada, tapi hukumannya diubah atau dihapus.
- Amnesti: Diberikan kepada sekelompok orang (bukan perorangan) yang melakukan tindak pidana tertentu (biasanya terkait politik). Amnesti menghapuskan akibat hukum pidana, seolah-olah tindak pidana itu tidak pernah terjadi. Bisa diberikan sebelum atau setelah putusan pengadilan.
Jadi, kunci membedakan apa itu abolisi adalah pada waktu pemberiannya (pra-putusan) dan efeknya (menghentikan proses hukum sebelum pengadilan memutus).
Syarat dan Mekanisme: Bagaimana Presiden Bisa Memberi Abolisi?
Pemberian abolisi bukanlah hal yang sembarangan. Ada prosedur dan pertimbangan ketat yang harus dilalui:
- Usulan atau Permohonan: Abolisi biasanya diusulkan oleh pihak tertentu, bisa dari lembaga negara (seperti DPR), atau melalui permohonan dari individu/kelompok, meskipun lebih jarang.
- Pertimbangan DPR: Seperti diamanatkan UUD 1945, Presiden wajib memperhatikan pertimbangan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) sebelum memutuskan memberi abolisi atau tidak. DPR akan membahas usulan tersebut, biasanya melalui rapat paripurna atau alat kelengkapan DPR seperti Badan Musyawarah.
- Pertimbangan Presiden: Presiden menimbang berbagai aspek, seperti:
- Kepentingan umum dan ketertiban negara.
- Rasa keadilan masyarakat.
- Kemanusiaan.
- Dampak politik dan sosial.
- Rekomendasi dari DPR.
- Keputusan Presiden: Jika presiden menyetujui, maka dikeluarkan Keputusan Presiden (Keppres) tentang pemberian abolisi. Keppres inilah yang menjadi dasar hukum penghentian proses penyidikan atau penuntutan oleh aparat penegak hukum (polisi, jaksa).
Proses ini menekankan bahwa apa itu abolisi adalah instrumen negara yang digunakan dengan sangat hati-hati dan melibatkan checks and balances antara eksekutif (Presiden) dan legislatif (DPR).
Kilas Balik: Contoh Kasus Abolisi dalam Sejarah Indonesia
Meskipun tidak sering digunakan, Indonesia memiliki beberapa catatan penting pemberian abolisi yang menggambarkan apa itu abolisi dalam praktik:
- Kasus Mantan Petinggi G30S/PKI (1967): Presiden Soeharto memberikan abolisi kepada sejumlah perwira militer yang terlibat dalam peristiwa G30S/PKI tetapi dianggap perannya kecil atau karena pertimbangan stabilitas. Ini salah satu contoh abolisi massal yang kontroversial.
- Kasus Jenderal (Purn) Muchdi Purwoprandjono (2009): Muchdi, mantan Deputi III BIN, diadili terkait pembunuhan aktivis Munir. Saat proses persidangan berlangsung, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono memberikan abolisi kepadanya atas pertimbangan DPR. Keputusan ini menuai pro kontra hebat karena menghentikan proses pengadilan yang sedang berjalan. Kasus ini mungkin yang paling dikenal publik ketika membahas apa itu abolisi.
- Kasus Lainnya: Beberapa abolisi juga pernah diberikan dalam kasus-kasus yang dianggap mengganggu stabilitas nasional atau menyangkut konflik komunal tertentu, meskipun dengan publikasi yang lebih terbatas.
Penggunaan abolisi seringkali menimbulkan perdebatan. Di satu sisi, dianggap perlu untuk resolusi konflik atau kepentingan negara yang lebih besar. Di sisi lain, kritik keras muncul karena dianggap mengintervensi peradilan, menghalangi pencarian kebenaran, dan berpotensi melindungi pelaku dari pertanggungjawaban hukum. Inilah kompleksitas di balik apa itu abolisi.
Penutup: Kekuasaan Besar yang Penuh Tanggung Jawab
Memahami apa itu abolisi membuka wawasan tentang salah satu hak istimewa (prerogatif) presiden yang paling kuat dalam sistem hukum Indonesia. Abolisi bukan sekadar pengampunan biasa; ia adalah alat untuk menghentikan proses hukum secara dini berdasarkan pertimbangan yang sangat strategis dan politis, dengan persetujuan DPR.
Kekuasaan besar ini tentu saja membawa tanggung jawab moral dan konstitusional yang sangat berat bagi presiden yang memegangnya. Penggunaannya yang langka dan seringkali kontroversial menunjukkan betapa sensitifnya instrumen ini. Ia berada di persimpangan antara hukum, politik, kepentingan negara, dan tentu saja, rasa keadilan masyarakat. Sejarah mencatatnya, dan masa depan akan menilai bagaimana hak prerogatif ini digunakan untuk membawa kemaslahatan bangsa. Sekarang, apakah kamu sudah lebih paham tentang seluk beluk abolisi?