SwaraWarta.co.id – Pemimpin tertinggi Korea Utara, Kim Jong Un, meluapkan kemarahannya setelah peluncuran kapal perang terbaru negara itu mengalami kegagalan fatal di galangan kapal Chongjin pada Rabu (21/5).
Insiden ini terjadi saat Kim menyaksikan langsung peluncuran kapal perusak seberat 5.000 ton yang seharusnya menjadi simbol kekuatan maritim baru Pyongyang.
Menurut laporan kantor berita resmi KCNA, kapal tersebut kehilangan keseimbangan saat proses peluncuran lateral metode yang jarang digunakan di Korea Utara dan tergelincir sebelum waktunya.
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
Akibatnya, bagian bawah lambung kapal hancur, sementara haluan tersangkut di landasan peluncuran. Kim menyebut insiden ini sebagai “tindakan kriminal” yang disebabkan oleh “kelalaian mutlak, ketidakbertanggungjawaban, dan empirisme yang tidak ilmiah.”
Meskipun media pemerintah mengklaim kerusakan tidak serius dan memperkirakan perbaikan selesai dalam 10 hari, citra satelit menunjukkan kapal terbalik di sisi dermaga dengan bagian lambung tertutup terpal biru. Para analis meragukan klaim tersebut, menyatakan bahwa kerusakan pada ruang mesin dan struktur kapal kemungkinan membutuhkan waktu lebih dari setahun untuk diperbaiki.
Sebagai tanggapan, Kim memerintahkan penyelidikan menyeluruh dan penahanan terhadap pihak-pihak yang bertanggung jawab. Manajer galangan kapal Chongjin, Hong Kil Ho, telah dipanggil untuk diinterogasi. Kim juga menuntut agar kapal diperbaiki sebelum pertemuan pleno Partai Pekerja Korea pada akhir Juni, menandakan tekanan besar terhadap para insinyur dan pejabat militer.
Kapal yang gagal diluncurkan ini diyakini merupakan kelas yang sama dengan kapal perusak Choe Hyon, yang diluncurkan dengan sukses pada April lalu.
Kapal tersebut dilaporkan dilengkapi dengan sistem senjata canggih, termasuk rudal balistik dan jelajah berkemampuan nuklir. Namun, kegagalan terbaru ini menjadi pukulan telak bagi ambisi Kim dalam memodernisasi angkatan laut Korea Utara dan menunjukkan tantangan besar dalam pengembangan teknologi militer negara tersebut.
Insiden ini juga mencerminkan perubahan pendekatan Kim yang lebih transparan dibandingkan pendahulunya, dengan mempublikasikan kegagalan sebagai upaya untuk menegakkan disiplin dan akuntabilitas dalam proyek-proyek strategis. Namun, para pengamat memperingatkan bahwa tekanan politik yang berlebihan terhadap ilmuwan dan teknisi dapat berdampak negatif pada kemajuan teknologi pertahanan Korea Utara di masa depan
Kegagalan ini menyoroti tantangan besar yang dihadapi Korea Utara dalam upayanya memperkuat kekuatan maritimnya di tengah isolasi internasional dan sanksi ekonomi yang ketat.